Peran bahasa sangat penting dalam pendidikan anak. bahkan bisa dikatakan sebagai peran kunci.bahasa adalah jembatan untuk mentransfer pemikiran. bahasa adalah alat untuk mengkomun ikasikan apa yang tersimpan dalam akal. ketika anak mampu berbahasa baik, maka ia akan bisa lebih cepat mentransfer pemikiran yang diajarkan. Dia akan mampu menangkap kedalaman makna dan ketepatannya. Kemampuan berbahasa adalah kemampuan dasar. Dari kemampuan berbahasa ini, kita bisa meningkatkan kompetensi ilmu. Misalnya Matematika, Sains, Teknologi, dll. Namun pelajaran berbahasa ini tidak sekedar hanya dijadikan teori untuk diajarkan, tetapi keberhasilannya apabila dipraktekkan dalam kehidupan sehari-hari
Meskipun dengan landasan filosofis yang mungkin berbeda-beda, pada umumnya kebanyakan ahli berpandangan bahwa anak dimana pun juga memperoleh bahasa ibunya dengan memakai strategi yang sama. kesamaan ini tidak hanya dilandasi oleh biologi dan nerologi manuasia tetapi juga oleh pandangan mentalistik yang menyatakan bahwa anak telah dibekali dengan bekal kodrati pada saat dilahirkan. di samping itu, dalam bahasa juga terdapat konsep universal sehingga anak secara mental telah mengetahui kodrat-kodrat yang universal (Dardjowidjojo, 2008:243-244)
Seperti yang kita ketahui, anak adalah sebuah mutiara hati milik orang tua. Apapun yang dimiliki akan dikorbankan untuk anak tercinta demi masa depan yang penuh harapan.
Meskipun dengan landasan filosofis yang mungkin berbeda-beda, pada umumnya kebanyakan ahli berpandangan bahwa anak dimana pun juga memperoleh bahasa ibunya dengan memakai strategi yang sama. kesamaan ini tidak hanya dilandasi oleh biologi dan nerologi manuasia tetapi juga oleh pandangan mentalistik yang menyatakan bahwa anak telah dibekali dengan bekal kodrati pada saat dilahirkan. di samping itu, dalam bahasa juga terdapat konsep universal sehingga anak secara mental telah mengetahui kodrat-kodrat yang universal (Dardjowidjojo, 2008:243-244)
Seperti yang kita ketahui, anak adalah sebuah mutiara hati milik orang tua. Apapun yang dimiliki akan dikorbankan untuk anak tercinta demi masa depan yang penuh harapan.
Tetapi, apakah yang dapat dilakukan orang tua untuk
anaknya? Terkadang orang tua tidak mempedulikan pola perkembangan anak dan
tidak memberikan contoh yang baik bagi mereka padahal orang tua adalah cerminan
bagi anak dalam menjalani kehidupan. Anak-anak cenderung menirukan tingkah laku
orang tuanya dalam berpikir, berbicara, berbuat, serta bersosialisasi di tengah
masyarakat.
Selain bertingkah laku, seorang anak mendapatkan
pembelajaran tentang pemerolehan bahasa yang mana dapat digunakan untuk
berkomunikasi dengan orang-orang di sekelilingnya. Adapun 3 teori yang
mengajarkan tentang pemerolehan bahasa bagi anak yang dihubungkan dengan
psikologi, yaitu :
1. Teori pemerolehan bahasa yang behavioristik
Menurut teori ini, seorang anak tidak
mempunyai struktur linguistik yang dibawa sejak lahir. Anak yang lahir dianggap
kosong dari bahasa tidak membawa kapasitas atau potensi bahasa. Bahkan Brown
(1980) dalam Principles of Language Learning and Teaching mensinyalir bahwa
anak yang lahir di dunia diibaratkan kain putih tanpa catatan-catatan.
Lingkungannyalah yang akan membentuknya, yang secara perlahan-lahan
dikondisikan oleh lingkungan dan pengukuran terhadap tingkah lakunya.
Pengetahuan dan ketrampilan berbahasa diperoleh melalui pengalaman dan proses
belajar. Orang tua sebaiknya menjaga,
mengajarkan dan menanamkan pola bahasa yang baik untuk anak-anaknya, jika orang
tua berkata baik, anak-anaknya juga akan berkata baik juga. Lain halnya jika
orang tua berkata tidak baik, anak-anaknya juga akan menirukan perkataan orang tuanya yang tidak
baik itu. Begitu juga orang tua harus pandai-pandai mengawasi anak-anaknya
dalam bergaul dengan lingkungan luar yang dapat menanamkan pola bahasa baru
dalam kehidupannya, baik pola bahasa yang baik dan benar ataupun pola bahasa yang
buruk.
2. Teori pemerolehan bahasa yang mentalistik
Teori ini kadang-kadang dioposisikan
dengan teori pemerolehan bahasa yang behavioristik. Dalam pandangan teori ini
anak yang lahir ke dunia sudah membawa kapasitas atau potensi bahasa. Kapasitas
atau potensi bahasa ini akan menentukan struktur bahasa yang akan digunakan
selanjutnya, dalam hal ini ujaran anak-anak dapat dipengaruhi oleh
kaidah-kaidah yang didengarnya. Kaidah-kaidah bahasa yang mereka dengar inilah
yang kemudian mereka gunakan dalam berbahasa. Kita dapat mengambil contoh
seperti film kartun Dora Explorer yang kerap kali ditayangkan di TV untuk anak
usia 2 – 4 tahun, sebenarnya tayangan ini didasarkan pada teori behavioristik,
tetapi juga sering dikaitkan dengan pemerolehan bahasa secara mentalistik
karena anak telah memiliki potensi, tetapi dikembangkan oleh pengaruh
lingkungan (kaidah-kaidah yang mereka dengar kemudian menirukannya). Film Dora
Explorer dipercaya dapat mendukung kemampuan berbahasa anak, kata-kata yang
baru, gerakan-gerakan baru yang dapat merangsang anak untuk menirukannya,
sehingga dapat membantu pola perkembangan anak dalam berbahasa.
3. Teori pemerolehan bahasa yang kognitiftik
Teori ini sebenarnya merupakan
‘sempalan’ dari teori yang mentalistik yang beranggapan bahwa kapasitas
kognitif anak mampu menemukan struktur dalam bahasa yang didengar di
sekelilingnya. Pemahaman dan produksi serta komprehensi bahasa pada anak
dipandang sebagai hasil proses kognitif yang secara terus menerus berkembang
dan berubah.
Ketiga teori tersebut secara bersama-sama dapat dipakai untuk menjelaskan
proses pemerolehan bahasa anak, karena masing-masing teori dibuktikan
kebenarannya.
Tetapi dewasa ini, anak-anak cenderung berperilaku
menyimpang karena lingkungan yang kurang memadahi. Adapun beberapa masalah yang
harus diperhatikan dalam pola berperilaku dan berbahasa bagi anak, yaitu :
1. Anak membantah orang tua
Disebabkan karena anak-anak kurang
kasih sayang dan sering m endapatkan tindak kekerasan dari orang tuanya.
Membantah dilakukan anak karena anak ingin membela diri dan menyatakan
ketidaksetujuanya dengan hal-hal baru yang diajarkan kepada anak tersebut. Hal
ini disebabkan karena kosongnya tangki sayang yang dimiliki. Bila tangki kasih
sayang tersebut penuh, anak-anak cenderung lebih mau memahami, mengerti serta
lebih menghayati hal-hal baru yang diajarkan kepadanya. Tangki kasih sayang
yang penuh dapat mempengaruhi pola pikir anak, karena anak lebih merasa nyaman,
bahagia dan mampu memahami keadaan di sekelilingnjya. Dapat disimpulkan bahwa lingkungan
yang kondusif dapat menumbuh kembangkan pola pikir, dan pola perilaku dalam
kehidupannya.
2. Anak cenderung meniru
Hal ini disebabkan karena ia belum
mampu mengembangkan daya kreatifnya. Seorang anak memiliki potensi dalam
berbicara, berpikir, bertingkah laku serta bersosialisasi dan masyarakat.
Lingkunganlah yang membentuk ia dalam berkreatifitas dan menciptakan azas
orisinilitas (Asli atau tidak meniru), tetapi seorang anak belum tahu, mana
yang baik untuk ditiru atau yang tidak baik untuk ditiru. Yang baik untuk
ditiru apabila hal yang ditiru tersebut dapat memicu data berpikirnya untuk
berkreatifitas, adapun alasan yang dilakukan anak ketika meniru, yaitu : 1)
Anak bahagia dapat memberikan kebanggaan pada temannya; 2) Anak melakukan
pengamatan dan mengambil keputusan tentang seberapa besar kemampuannya meniru
objek yang akan digambarnya; 3) Anak unjuk kerja dengan berpijak pada
kemampuannya menghitung dan mengikuti alur gambar temannya menjadi gambarnya
sendiri; 4) Anak selama proses pembuatan akan melibatkan emosinya; 5) Anak
mendapat kegembiraan. Ini karena standar penilaian orang dewasa dengan anak
berbeda.
Meniru juga dapat memotivasi anak
untuk hidup lebih baik, seperti seorang anak meniru temannya untuk rajin
belajar, karena anak tersebut ingin mendapatkan nilai yang baik seperti
temannya yang rajin belajar tersebut. Tetapi ada juga alasan untuk tidak
meniru, yaitu :
a. Hal ditiru cenderung tidak sesuai dengan kepribadian
anak tersebut.
b. Hal yang ditiru belum sesuai dengan umur anak untuk
menirukannya.
c. Hal yang ditiru tidak sesuai dengan kultur budaya
dimana anak tersebut dilahirkan. Hal yang ditiru membuat anak tidak dapat
berusaha untuk menciptakan hal yang baru atau menciptakan kreatifitasnya
sendiri dalam bentuk orisinal.
3. Anak tidak percaya diri dalam bersosialsiasi di
masyarakat
Hal ini terjadi karena anak merasa
dirinya belum mampu berkompetisi dengan sesuatu di sekelilingnya. Ia merasa lebih rendah, lebih bodoh ataupun
lebih merasa tidak mampu dalam melakukan setiap pekerjaan dibandingkan dengan
orang-orang disekitarnya. Hal ini terjadi karena kurangnya motivasi dalam diri
anak yang seharusnya dibentuk dalam keluarga, sekolah maupun masyarakat.
Dukungan-dukungan orang disekitarnya serta pengalaman-pengalaman yang telah dia
lakoni dapat menambah rasa percaya diri.
4. Anak berperilaku nakal atau menyimpang
Hal ini terjadi karena anak ingin
mencari perhatian orang-orang di sekelilingnya. Anak yang berperilaku nakal
atau menyimpang biasanya adalah anak yang kurang kasih sayang atau perhatian
dari orang tuanya. Ia ingin diperhatikan orang-orang disekitarnya dengan
melakukan bebagai ulah untuk menarik perhatian orang lain, meskipun ulahnya
dapat merugikan orang-orang disekitarnya. Anak berperilaku menyimpang juga
dapat terjadi karena pemberian kasih sayang secara berlebihan dari orang-orang
di sekelilingnya. Ia menyalahgunakan kepercayaan atau kasih sayang tersebut
hanya untuk kesenangan semata tanpa berpikir panjang. Anak tersebut lebih
cenderung bersifat manja karena setiap harinya ia mendapat kasih sayang yang
berlebihan, setiap permintaannya dituruti, jika tidak dituruti, ia akan
memberontak dan akan berperilaku menyimpang, kasar, atau nakal seperti :
mengamuk, mengatai orang lain dengan tidak senonoh, dan lain-lain.
5. Anak malas
Malas ada kondisi di mana seseorang
tidak mau atau enggan untuk mengerjakan
sesuatu. Pada dasarnya anak malas adalah anak yang tidak mau melaksanakan
kewajibannya sebagai anak (menyelesaikan pekerjaan rumah, belajar, membantu
orang tua, dan lain-lain). Anak lebih ogah-ogahan dalam melaksanakan tanggung
jawab atau tugasnya. Hal ini terjadi karena kurangnya kesadaran yang belum
tertanam dalam diri anak tersebut. Sebagai orang tua, sebaiknya harus mencari
pokok permasalahan mengapa anak malas, mengapa mereka ogah-ogahan untuk mengerjakan
sesuatu dan orang tua harus mencari jalan untuk memecahkan bagaimana cara
menghadapi kemalasan. Adapun cara-cara untuk menghadapi kemalasan, antara lain
:
a. Tanamkan kesadaran dalam diri anak untuk menjalani
hidup yang lebih baik.
b. Jangan mudah putus asa jika tugas atau tanggung
jawab yang kita kerjakan mengalami suatu kegagalan.
c. Selalu ikhlas, bahagia, serta tidak merasa terbebani
dalam menjalankan tugas atau tanggung jawab.
d. Anggap tugas atau tanggung jawab tersebut sebagai
hiburan atau permainan yang merupakan target yang menyenangkan tetapi harus
tepat sasaran atau efektif dalam menyelesaikan tugas atau tanggung jawab.
e. Selalu bersyukur atas berkat Tuhan yang melimpahkan,
sehingga timbul keadaran untuk mempertanggungjawabkan berkat Tuhan tersebut
menjadi suatu persembahan yang harum bagi Kemulyaan Tuhan.
6. Anak pendiam
Anak pendiam adalah anak yang
cenderung pasif dan tidak aktif dalam beraktifitas danberinteraksi dengan
hal-hal yang ada di sekelilingnya. Ia lebih memilih diam, tidak cukup peduli
terhadap hal-hal yang terjadi serta menganggap semua hal atau sesuatu hal-hal
yang baru adalah biasa dan tidak ada yang istimewa. Anak pendiam adalah anak
yang tidak suka mengutarakan isi hatinya terhadap orang lain. Ia lebih memilih
menyimpan sendiri apa yang ia rasakan dan apa yang sedang ia pikirkan. Anak
pendiam adalah anak yang sulit berekspresi dalam menanggapi rangsang di
sekitarnya. Ia berdiam diri karena ia menganggap bahwa ia mempunyai dunia
sendiri yang lebih hebat dari pada orang lain.
7. Anak sering berkata-kata kotor dalam berbahasa dan
berperilaku sehari-hari
Anak-anak yang berkata kotor menjadi
penelitian utama dalam materi pembelajaran ini. Untuk mendalami permasalahan
tersebut, mari kita simak uraia di bawah ini.
Pada dasarya, manusia sejak lahir memiliki : cipta,
rasa dan karsa. Untuk mengembangkan cipta, rasa dan karsanya, manusia
memerlukan bahasa untuk berfikir, berbuat serta bersosialisasi dengan
masyarakat. Pengertian bahasa itu sendiri adalah : suatu sistem lambang bunyi
suara yang dihasilkan oleh tutur manusia secara bebas atau arbriter, yang
tersusun dalam suatu rangkaian bunyi, yang bersifat mana suka, yaitu tidak
terdapat suatu keharusan bahwa suatu rangkaian bunyi tertentu harus mengandung
arti tertentu pula. Makna atau arti sebuah kata sangat bergantung dari konvensi
masyarakat bahasa yang bersangkutan.
Bahasa pun
memiliki fungsi tersendiri, adapun fungsi tersebut antara
lain :
1. Untuk menyatakan ekspresi diri
Adapun unsur-unsur yang mendorong adanya pernyataan
ekspresi diri antara lain :
a. Keinginan untuk menarik perhatian orang lain.
b. Keinginan untuk mebebaskan diri dari segala tekanan
emosi.
2. Untuk alat komunikasi
Yaitu mengadakan hubungan antara satu individu
dengan individu lainnya, yang dapat diterima dan dipahami orang lain.
3. Untuk mengadakan integrasi atau adaptasi sosial
Yaitu merupakan alat untuk mengadakan ikatan antar individu-individu
satu sama lain dalam suatu masyarakat.
4. Untuk mengadakan kontrol sosial
Yaitu bahasa dapat dipergunakan untuk mempengaruhi
tingkah laku dan tindak tanduk orang lain, baik tingkah laku yang bersifat
terbuka ataupun tingkah laku yang bersifat tertutup sekalipun.
Dari pernyataan di atas kita dapat mengetahui arti
dan berbagai fungsi bahasa. Tetapi dalam materi ini, fungsi bahasa lebih
ditekankan pada alat ekspresi diri untuk membebaskan diri dari segala tekanan
emosi. Emosi tersebut dapat diluapkan melalui bahasa dengan intonasi atau penekanan
yang berbeda, contoh :
Perhatikan data berikut!
Perasaan
|
Intonasi yang diucapkan
|
Senang
Sedih
Marah
Biasa
saja
|
Tegas,
ceria, lancar dalam berbahasa
Lebih
lembut, pelan, terkadang agak terbata-bata
Tegas,
keras, kasar
Intonasinya
datar, tidak ada penegasan yang terlalu nampak.
|
Dalam materi ini akan dibahas lebih spesifik tentang
emosi atau ekspresi diri saat marah. Marah adalah hal yang wajar dialami oleh
setiap manusia. Biasanya marah diluapkan dengan bahasa yang keras dan kasar.
Bahkan pada zaman sekarang ini orang lebih suka meluapkan amarahnya dengan
bahasa-bahasa yang kotor atau kasar disebut juga defimisme. Pada dahulu kala,
orang yang sering meluapkan amarahnya dengan bahasa kasar adalah mayoritas
orang tua. Tetapi seiring perkembangan zaman, anak-anak kecil yang duduk di
bangku SD pun sudah mampu menirukan kata-kata kasar tersebut ketika ia marah
atau kesal.
Berdasarkan hasil pengamatan, bahwa anak-anak di
bawah umur seperti anak-anak SD, dari yang berumur 6 – 13 tahun yang mayoritas
anak SD kelas 1 – 6 sudah dapat mengucapkan dengan mudah perkataan-perkataan
kotor dan kasar dalam berbahasa dan pergaulannya, seperti ketika ia marah, kesal,
bahkan bercerita. Dari tabel tersebut kita juga dapat melihat bahwa tingkat
pendidikan sebagian besar orang tua mereka adalah buta huruf, lulusan SD, SMP
dan SMA, pekerjaan merekapun hanya sebatas buruh, merantau, pedagang, tukang
ojek, petani, tambal ban, dan lain-lain. Disitu dapat dilihat bahwa tingkat
pendidikan dan jenis profesi orang tua mempengaruhi pola berbahasa dan perilaku
anak terutama anak yang masih labil seperti anak SD.
Pendidikan dan profesi orang tua yang kurang
meyakinkan, diduga kuat dapat mempengaruhi anak-anak mereka dalam berbahasa dan
berperilaku. Adapun anak yang orang tuanya berpendidikan seperti seorang
sarjana dan sarjana diploma 2, yang berprofesi sebagai guru SD dan berprofesi
sebagai seorang carik, yang seharusnya mampu mendidik anaknya, jika anak mereka
tidak diajari sopan santun dalam berbahasa dan pergaulan anak mereka yang tidak
jelas, dapat mempengaruhi kepribadian anak tersebut.
Sebagai orang tua, hendaknya memantau dan mendidik
anak-anaknya sesuai dengan umur serta kepribadian anak tersebut. Orang tua
mengajari anak berbicara santun, tidak suka membantah, serta memberikan contoh
yang baik bagi anak. Adapun cara-cara yang dapat membuat anak berkepribadian
baik, antara lain dengan mengetahui beberapa prinsip bahasa cinta. Bahasa cinta
adalah bahasa yang digunakan orang tua yang penuh cinta kasih dan sayang
terhadap anaknya untuk memberikan respon positif terhadap anak, supaya anak
lebih mengerti dan lebih mudah untuk menangkap atau menanggapi didikan yang
diberikan oleh orang tua. Karena dengan bahasa cintalah yang merupakan salah
satu jalan untuk mendidik anak dengan baik.
Bahasa cinta akan dibahas sebagai berikut :
Yang
pertama adalah kata-kata pendukung.
Kata-kata
pendukung. Anak yang memiliki bahasa cinta
kata-kata pendukung sangat merasa dicintai bila orang tua atau orang lain
mengucapkan kata-kata positif yang meningkatkan harga dirinya. Anak akan
tersenyum bahagia saat mendengar kata-kata yang menyenangkan ini. Secara garis
besar, kata-kata pendukung yang berarti bagi anak yang bahasa cintanya
kata-kata pendukung ini terdiri atas :
1. Kata-kata penuh kasih seperti “Mama sayang sekali dengan kamu”. Yang perlu diperhatikan
adalah saat mengucapkan kata-kata penuh kasih sayang perlu dilakukan dengan
nada suara yang penuh kasih dan ketulusan. Karena kalau tidak, anak akan merasa
orang tuanya hanya basa-basi atau tidak tulus.
2. Kata-kata
pujian. Berikan kata-kata pujian pada anak
saat anak mencapai sebuah prestasi, sikap dan perilaku baik atau berhasil mengatasi suatu tantangan yang sulit baginya.
3. Kata-kata
yang membesarkan hati. Saat anak mengalami
kegagalan, situasi yang sulit atau krisis percaya diri, kita sebagai orang tua
sangatlah perlu memberikan kata-kata yang membesarkan hati atau membangkitkan semangat
anak sehingga memberikan semangat dan keberanian bagi anak untuk menghadapi
situasi sulit itu. Kata-kata seperti “Papa senang melihat caramu mengjadapi
kekalahan ini, karena dari kegagalanlah kita belajar untuk sukses” atau “Nak,
kamu adalah seseorang yang berharga dan hebat di mata papa mama. Kamu pasti
akan berhasil!” adalah kata-kata yang sangat berarti bagi seorang anak yang
memiliki bahasa cinta Kata-kata Pendukung.
4. Kata-kata
Bimbingan ke anak adalah menjelaskan ke anak
tentang nilai-nilai moral, etika dan nilai-nilai kebenaran dalam kehidupan.
Bagi anak-anak yang memiliki bahasa cinta ini, kata-kata bimbingan yang
disampaikan dengan tepat oleh orang tua, menyuarakan Saya Peduli dan Sayang dengan Kamu. Karena bagi anak ini, orang tua
pastilah sayang dengan dirinya, kalau tidak, mana mungkin mau repot-repot
membimbing dan menasehati dirinya. Cara memberikan bimbingan perlu disesuaikan
dengan umur anak sehingga tidak merasa sedang diceramahi orang tua. Kita
sebaiknya memang perlu memastikan kita sebagai orang tua yang memasukkan
nilai-nilai moral, etika dan nilai kebenaran dalam hidup anak karena jika
tidak, bisa saja anak akan menerimanya dari orang lain yang bertentangan nilai
hidupnya dengan kita. Dan perlu diingat, jangan membimbing dengan rasa marah
atau kejengkelan karena anak akan menolak apapun yang orang tua sampaikan dan
lain kali dia juga akan merasa seperti itu.
·
Dia akan lebih
sakit hati saat dimarahi, dikritik atau dikata-katain dengan kasar dibanding
dengan anak yang memiliki bahasa cinta yang lain.
·
Sikap
menyalahkan anak melukai semua anak tetapi akan lebih merusak pada anak yang
bahasa cintanya Kata-kata Pendukung.
Setelah mengetahui bahasa cinta, kita dapat
menyimpulkan bahwa anak yang berperilaku menyimpang disebabkan oleh satu faktor
utama, yaitu orang tua. Lingkungan hanyalah sebuah keadaan pendukung yang mendorong anak untuk berfperilaku
menyimpang.
Adapun solusi untuk mengatasi semua permasalahan,
antara lain :
·
Tidak ada jalan
lain kecuali orang tua perlu meningkatkan kesadaran dirinya dan lebih sehat
secara emosional sehingga mampu berespon lebih terkontrol dan bijaksana.
Gunakan CD terapi orang tua jika diperlukan.
·
Dan jika orang
tua sudah terlanjur berkata-kata kasar atau bersikap menyalahkan pada anak ,
orang tua harus minta maaf pada anak. Hal ini sangat berarti bagi anak.
DAFTAR PUSTAKA
massofa.wordpress.com atau 2008/11/ 19
kafeilmu.co.cc/2008/2007
mradi.com
akar.bhs.blogspot.com
iwanfauzi.wordpress.com
osdir.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar