Laman

Jumat, 10 April 2015

PERGESERAN TUJUAN DAN TATA CARA PUNGGAHAN DI DESA TAGUNG KELURAHAN REMBUN KECAMATAN NOGOSARI KABUPATEN BOYOLALI

 ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pergeseran tujuan dan tata cara tradisi Punggahan di desa Tagung kelurahan Rembun kecamatan Nogosari kabupaten Boyolali. Adapun sumber data penelitian ini adalah masyarakat desa,, ketua RW, dan sesepuh desa. Fokus dalam penelitian ini meliputi penyebab terjadinya pergeseran tujuan dan tata cara Punggahan, perbedaan tujuan dan tata cara Punggahan zaman dulu dan sekarang serta nilai moral yang ada dalam Punggahan.
Untuk memperolah data  penelitian ini menggunakan teknik penelitian wawancara. Pelaksanaan wawancara dilakukan terhadap beberapa anggota masyarakat, ketua RT, ketua RW, dan sesepuh desa setempat. Instrumen yang digunakan untuk mengumpulkan data adalah pedoman wawancara.
Hasil analisis dan pembahasan  menunjukkan bahwa terjadi pergeseran tujuan dan tata cara tradisi Punggahan yang disebabkan karena masyarakat didominasi oleh golongan muda yang menyukai hal-hal yang bersifat praktis dan peningkatan pengetahuan masyarakat mengenai ajaran agama Islam. Dahulu, Punggahan dilakukan pada tanggal 15 sampai 30 Ruwah atau 15 hari sebelum bulan puasa dengan tujuan untuk menaikkan arwah orang tua atau kerabat ke surga. Ritual dan jenis makanannya  pun sudah ditentukan. Menurut kepercayaan orang dahulu, sebelum dilaksanakan tradisi Punggahan arwah mereka masih mengambang.
Saat ini meskipun Punggahan masih dilakukan oleh masyarakat namun bertujuan untuk sedekah atau memberikan sebagian rezeki kepada masyarakat sekitar sebagai wujud rasa syukur kepada Allah SWT. Ritual dan jenis makanannya sesuai dengan keinginan masyarakat sendiri tanpa terikat aturan lama.
Nilai moral yang ada dalam tradisi Punggahan antara lain: adanya keyakinan bahwa ada kehidupan setelah mati, adanya penghargaan bagi orang yang sudah meninngal dunia dan kesadaran untuk membagi rezeki kepada masyarakat di lingkungan sekitar.


PENDAHULUAN

Di dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia tradisi diartikan segala sesuatu seperti adat, kepercayaan, kebiasaan, ajaran, dan sebagainya yang turun temurun dari nenek moyang. Indonesia adalah negara yang kaya akan tradisi. Hampir di setiap daerah kita bisa jumpai tradisi yang unik dan khas. Salah satunya adalah di daerah kami tepatnya di desa Tagung kelurahan Rembun kecamatan Nogosari kabupaten Boyolali. Tradisi yang sampai saat ini masih dilakukan oleh masyarakat desa antara lain Mitoni (saat kandungan berumur tujuh bulan), Selapanan (saat anak berusia selapan atau 35 hari), peringatan kematian pada hari ke tiga, tujuh, empat puluh, seratus, Pendhak Siji (satu tahun pertama), Pendhak Loro (tahun kedua), Nyewu (seribu hari). Selain itu ada tradisi Dekah Desa   dan Punggahan. Namun dalam penelitian ini penulis hanya akan meneliti tradisi Punggahan. Dalam tradisi ini masyarakat  melakukan doa bersama dan memberikan makanan baik kepada arwah maupun masyarakat di lingkungan sekitar yang bertujuan untuk menaikkan arwah ke surga. Tradisi ini dilaksanakan setiap 15 sampai 30 Ruwah (Penanggalan Jawa) atau 15 hari sebelum bulan puasa.
Segala macam tradisi merupakan kekayaan bangsa Indonesia yang harus dilestarikan. Karena pada dasarnya semua tradisi yang dilakukan oleh masyarakat merupakan wujud rasa syukur dan sarana untuk mendekatkan diri kepada Tuhan Yang Maha Esa. Namun, karena perkembangan jaman tradisi Punggahan telah berubah baik tujuan maupun tata caranya.Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pergeseran tujuan dan tata cara Punggahan, penyebab terjadinya pergeseran tujuan dan tata cara Punggahan serta nilai moral yang terdapat dalam tradisi Punggahan. Manfaat dari penelitian ini adalah kita dapat mengetahui penyebab pergeseran tujuan dan tata cara pada tradisi Punggahan serta nilai moral yang perlu dilestarikan dalam tradisi Punggahan.

METODE PENELITIAN
Metode penelitian ini adalah penelitian kualitatif. Penelitian ini dilaksanakan di desa Tagung kelurahan Rembun kecamatan Nogosari kabupaten Boyolali mulai tanggal 20 Nopember sampai 5 Desember 2008. Ditentukan di tempat ini karena di sini tradisi ini masih dilaksanakan dan merupakan daerah asal peneliti sehingga peneliti bisa dengan mudah mengumpulkan data.
Adapun sumber data penelitian ini adalah masyarakat desa, ketua RT, ketua RW, dan sesepuh desa. Untuk memperolah data  penelitian ini menggunakan teknik penelitian wawancara. Pelaksanaan wawancara dilakukan terhadap beberapa anggota masyarakat, ketua RT, ketua RW, dan sesepuh desa setempat.
Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah teknik analisis model interaktif yang terdiri dari tiga komponen analisis yaitu reduksi data, sajian data, dan penarikan kesimpulan atau verifikasi. Aktivitas ketiga komponen itu dilakukan dalam bentuk interaktif dengan proses pengumpulan data sebagai siklus. Dalam model ini peneliti bergerak di antara ketiga komponen tersebut selama proses pengumpulan data berlangsung (Slamet, 2007: 132).
PEMBAHASAN
Punggahan adalah salah satu tradisi yang masih terus dilestarikan oleh masyarakat desa Tagung kelurahan Rembun kecamatan Nogosari kabupaten Boyolali. Punggahan berasal dari kata ‘munggah’ dalam bahasa Indonesia berarti naik. Nama  itu sesuai dengan tujuan Punggahan yang semula untuk menaikkan arwah orang tua atau kerabat ke surga. Punggahan dilakukan pada tanggal 15 sampai 30 Ruwah atau 15 hari sebelum bulan puasa.
Seiring dengan perkembangan zaman tradisi ini telah berubah baik tujuan maupun tata caranya.
1.      Pergeseran Tujuan Punggahan
Pada awalnya tujuan Punggahan adalah upacara untuk menaikkan arwah orang tua atau kerabat ke surga. Masyarakat memiliki keyakinan bahwa sebelum dilaksanakan upacara Punggahan arwah keluarga atau kerabatnya tidak akan bisa naik ke surga. Sekarang Punggahan dilakukan dengan tujuan untuk sedekah atau  memberikan sebagian rezeki kepada masyarakat di lingkungan sekitar yang berupa makanan.

2.  Penyebab Terjadinya Pergeseran Tujuan dan Tata Cara Punggahan  
  1. Masyarakat didominasi oleh golongan muda yang menyukai hal-hal yang bersifat praktis.
Jumlah masyarakat yang berusia lanjut semakin lama semakin berkurang. Sekarang masyarakat didominasi oleh golongan muda yang berpikiran maju dan lebih menyukai hal-hal yang bersifat praktis. Hal ini dapat dilihat dari jenis makanan yang dihidangkan saat Punggahan. Dulu, jenis makanan yang dihidangkan sudah ditentukan dan begitu rumit. Namun sekarang masyarakat mencari makanan yang praktis dan mudah dihidangkan.
  1.  Peningkatan pemahaman tentang ajaran agama Islam
Pengetahuan masyarakat tentang agama islam semakin lama semakin bertambah.Halitu disebabkan karena hampir setiap minggu diadakan pengajian rutin di masjid. Mereka tahu bahwa arwah manusia yang sudah meninggal berada di bawah kekuasaan Allah SWT dan tidak bisa ke mana-mana. Hal itu kontras dengan kepercayaan masyarakat dulu yang memiliki keyakinan bahwa arwah orang yang sudah meninggal akan mengunjungi rumah pada tanggal 15 sampai 30 Ruwah atau 15 hari sebelum bulan puasa. Oleh karena itu salah satu ritual yang dilakukan dalam tradisi Punggahan adalah memberi hidangan yang disebut ‘Pancen’ kepada arwah yang sudah meninggal.

3.   Pergeseran Tata Cara Punggahan
a. Tata cara Punggahan jaman dahulu
Dulu Punggahan diawali dengan memanjatkan doa bersama atau Tahlilan yang ditujukan kepada arwah orang tua atau kerabat yang sudah meninggal dunia agar dapat naik ke surga. Doa bersama itu dipimpin oleh seorang Modin atau sesepuh desa. Setelah itu nasi dibagikan dengan dibungkus daun pisang dan daun jati. Sedangkan cakar, kepala, sisa nasi dan kembang setaman diberikan kepada orang yang punya hajat. Kemudian hidangan tadi diletakkan di atas meja ditambah dengan suruh dan rokok atau kesenangan arwah itu semasa hidupnya dengan harapan agar arwah bisa menikmati hidangan tersebut saat mengunjungi rumah
Adapun jenis makanan yang disajikan saat Punggahan adalah:
1)      Buceng atau nasi yang berbentuk  kerucut.
2)      Golong atau nasi berbentuk lingkaran.
3)      Asahan atau nasi berbentuk persegi.
Buceng dan golong diletakkan dalam satu tempat yang disebut tampah. Buceng diletakkan di tengah dan golong yang berjumlah 4 diletakkan melingkari buceng. Di atas golong diberi sayur sambal goreng kentang, tahu goreng, tempe goreng, dan kerupuk merah. Sedangkan di sekitar buceng diberi sayur gudang dan ikan asin.
Asahan diletakkan dalam tampah terpisah. Golong  juga diletakkan di sekeliling asahan. Tetapi jumlahnya ada 8 golong. Di atas golong juga diberi sambal goreng kentang, tahu goreng, tempe goreng, dan kerupuk merah. Di samping asahan juga diberi apem yang dibungkus daun pisang.
Ayam kampung jago atau ingkung diletakkan dalam baskom. Sedangkan kembang setaman dimasukkan ke dalam gelas yang berisi air putih diletakkan di dalam baki bersama pisang raja.
Dalam ujub doanya buceng dan 4 golong diperuntukkan bagi keluarga yang masih hidup agar rukun. Sedangkan asahan dan 8 golong diperuntukkan bagi keluarga yang sudah meninggal agar bisa naik ke surga.
 
  1. Tata Cara Punggahan Masa Kini
Saat ini pelaksanaan Punggahan tidak serumit dulu. Makanan biasanya langsung dibagikan segera setelah makanan matang. Namun ada pula yang dibagikan sehabis maghrib atau isya yang sebelumnya didakan acara Tahlilan. Jenis makanannya pun tidak serumit dulu dan disesuaikan dengan keinginan dan kemampuan orang yang mempunyai hajat. Makanan juga tidak dibungkus daun pisang dan daun jati melainkan memakai cething. Adapun jenis makanan yang dibagikan antara lain:
1)      -     nasi
-          ayam goreng
-          sambal
-          lalap
   2)      -     nasi
      -     sambal goreng kentang
      -     ayam goreng
      -     telur ayam
      -     kudapan
          3 )    -     nasi
      -     sambal goreng kentang
       -    telur ayam
4)    -    nasi
       -    sambal goreng kentang
       -    tahu dan tempe goreng
                   -    telur ayam
4. Nilai Moral Dalam Tradisi Punggahan
    a. Adanya keyakinan bahwa ada kehidupan sesudah mati
                 Hal itu dapat dilihat dari salah satu ritual yang dilakukan saat Punggahan yaitu melakukan doa bersama bagi orang yang sudah meninggal agar mereka  bahagia di surga. Masyarakat yakin bahwa sebelum diadakan Punggahan arwah orang yang sudah meninggal masih mengambang dan tidak bisa mencapai surga.
   b. Adanya penghargaan bagi orang yang sudah meninggal
                  Masyarakat yakin bahwa meskipun jasad orang tua atau kerabat telah mati namun jiwa mereka tetap hidup sehingga harus diperlakukan seperti orang yang masih hidup. Hal itulah yang mendasari dibuatkannya Pancen atau hidangan untuk orang meninggal agar bisa dinikmati oleh arwah saat mengunjungi rumah setiap tanggal 15 sampai 30 Ruwah atau 15 hari sebelum Bulan Puasa.
   c. Adanya kesadaran untuk membagi rezeki kepada orang lain
Rezeki di sini dalam bentuk makanan. Allah sangat menganjurkan hambanya untuk bersedekah. Di dalam Alquran yang kemudian dipertegas dengan hadist Rasulullah, Bersedekahlah kamu walaupun hanya sebiji kurma. Sesungguhnya sedekah itu menutupi kamu dari kelaparan dan memupus kesalahan sebagaimana air memadamkan api (Zainuddin, 2000:280). Dalam ritual Punggahan selalu diakhiri dengan membagi makanan kepada orang lain.

PENUTUP
Dari pembahasan di atas dapat disimpulkan bahwa: tradisi Punggahan yang dilaksanakan di desa Tagung kelurahan Rembun kecamatan Nogosari kabupaten Boyolali telah bergeser baik tujuan maupun tata caranya. Penyebab pergeseran itu adalah masyarakat didominasi oleh golongan muda yang menyukai hal-hal yang bersifat praktis dan peningkatan pengetahuan masyarakat mengenai ajaran agama Islam.
Nilai moral yang ada dalam tradisi Punggahan antara lain: adanya keyakinan bahwa ada kehidupan setelah mati, adanya penghargaan bagi orang yang sudah meninggal dan kesadaran untuk membagi rezeki kepada masyarakat di lingkungan sekitar.
Pada dasarnya jika dilihar dari ujub doa yang dipanjatkan, hakikatnya tidaklah mengindikasikan adanya pertentangan dalam ajaran Islam. Apapun jenis makanan yang dihidangkan selalu diujubkan sebagai sedekah.yang bertentangan dengan ajaran agama Islam adalah kepercayaan bahwa sebelum diadakan acara Punggahan arwah tidak bisa naik ke surga dan kedatangan arwah ke rumah untuk menikmati hidangan atau Pancen  yang telah disiapkan oleh keluarga.

DAFTAR PUSTAKA

Fananie, Zainuddin. 2000. Restrukturisasi Budaya Jawa. Surakarta Muhammadiyah Universiti Press.

Poerwadarminta, W.J.S. 1985. Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.

Slamet, St. Y dan  Suwarto. 2007. Dasar-dasar Metodologi Penelitian Kualitatif. Surakarta: Sebelas Maret University Press.





Tidak ada komentar:

Posting Komentar