PENDAHULUAN
Dalam kehidupan sehari-hari kegiatan manusia tidak
akan terlepas dari aktivitas berbahasa, baik lisan maupun tulisan. Keberadaan
manusia sebagai makhluk sosial yang saling bergantung dan membutuhkan antara
satu dengan yang lainnya, semakin menempatkan pentingnya bahasa sebagai alat
komunikasi di antara mereka.
Masalahnya sekarang, seringkali dan mungkin terjadi kesalahpahaman
dalam proses komunikasi sehingga tidak jarang apa yang diinginkan seseorang
melalui tindak tuturnya tidak sampai atau tidak dipahami oleh lawan bicaranya.
Beberapa hal yang memungkinkan timbulnya kondisi di atas dapat disebabkan oleh
sifat masyarakat pemakai bahasa yang heterogen. Selain itu, dapat juga
disebabkan kurangnya pemahaman mereka, baik penutur atau penulis maupun petutur
atau pembaca mengenai kaidah bahasa dalam komunikasi.
Upaya pemahaman penggunaan bahasa yang komunikatif,
mudah dipahami, dan mencapai sasaran yang diinginkan menjadi satu hal yang
mendesak untuk dapat menghindari kesalahan dalam tindak tutur. Di sinilah studi
semantik dan pragmatik menjadi sangat penting dan dianggap perlu untuk
dipelajari.
A. Semantik
Semantik merupakan bidang linguistik yang mempelajari arti atau makna tanda
bahasa. Sebuah kata,
misalnya buku,
terdiri atas unsur lambang bunyi
yaitu [b-u-k-u] dan konsep atau citra
mental benda-benda (objek) yang dinamakan buku.
Makna merupakan
kesatuan mental pengetahuan dan pengalaman yang terkait dengan lambang bahasa
yang mewakilinya. Makna terdiri atas komponen makna, misalnya makna kata wanita terbentuk dari komponen makna
MANUSIA, DEWASA, PEREMPUAN.
Dalam suatu
bahasa, makna kata saling berhubungan, hubungan ini disebut relasi makna.
Berikut ini diuraikan sebagai wujud relasi makna.
1. Homonimi
Homonimi adalah
‘relasi makna antarkata yang ditulis sama atau dilafalkan sama, tetapi maknanya
berbeda. Kata-kata yang ditulis sama tetapi maknanya berbeda disebut homograf, sedangkan yang dilafalkan sama
tetapi berbeda makna disebut homofon.
Contoh homograf adalah kata tahu
(makanan) yang berhomograf dengan kata tahu
(paham) dan buku (kitab) yang
berhomograf dengan buku (tempat
pertemuan dua ruas), sedangkan kata masa
(waktu) berhomograf dengan massa
(jumlah besar yang menjadi satu kesatuan).
Polisemi berkaitan dengan kata atau frasa yang memiliki beberapa makna yang
berhubungan. Hubungan antarmakna disebut polisemi.
(4) Saya membeli bunga ……. untuk hadiah ulang
tahun pacar saya.
mawar
anggrek
aster
tulip
3. Sinonimi
Sinonimi adalah relasi makna antarkata (frasa atau kalimat) yang maknanya sama
atau mirip. Ada beberapa hal yang menyebabkan munculnya kata-kata yang
bersinomini, seperti kata-kata yang berasal dari bsh daerah, bahasa nasional,
dan bahasa asing. Sebagai contoh, kukul
(bahasa Jawa) bersinomini dengan jerawat
(bahasa Indonesia); diabetes
bersinomini dengan penyakit kencing manis.
Sinomini dapat muncul antarkata (frasa atau kalimat) yang berbeda ragam
bahasanya, seperti bini (ragam bahasa
percakapan tak resmi) dengan istri
(ragam resmi), bokap (ragam bahasa
remaja) dengan ayah (ragam resmi).
Antonimi atau oposisi adalah relasi
antarkata yang bertentangan atau berkebalikan maknanya. Relasi antarkata ada
juga maknanya berkebalikan, yang disebut kosok
bali, seperti kata suami dengan kata istri,
yang dapat dijelaskan sebagai “jika Tina
istri Tono, berarti Tono suami Tina”.
5.
Hiponimi
Hiponimi adalah relasi makna yang berkaitan dengan peliputan makna spesifik
dalam makna generik, seperti makna anggrek
dalam makna bunga, makna kucing dalam makna binatang. Anggrek, mawar,
aster, dan tulip berhiponimi
dengan bunga, sedang kata kucing, anjing, kambing, dan kuda berhiponimi dengan binatang.
6. Meronimi
Blanke (1973) menyebut makna ini
sebagai makna ekstralingual. Makna
yang termasuk dalam kelompok makna ekstralingual ini adalah makna referensi,
makna asosiatif, makna afektif, makna situatif, dan makna etimologis.
B. Pragmatik
Pragmatik merupakan cabang ilmu
linguistik yang membahas tentang apa yang termasuk struktur bahasa sebagai alat
komunikasi antara penutur dan pendengar, dan sebagai pengacuan tanda-tanda
bahasa pada hal-hal “ekstralingual” yang dibicarakan. Secara ringkas dapat
dikatakan bahwa pragmatik mengkaji makna yang dipengaruhi oleh hal-hal di luar
bahasa.
Sebuah interaksi sosial akan
terjalin dengan baik jika ada syarat-syarat tertentu terpenuhi, salah satunya
adalah kesadaran akan bentuk sopan santun. Di dalam bahasa Indonesia kita
jumpai Anda dan beliau untuk menghormati orang yang diajak bicara. Bentuk lain dari
sopan santun adalah pengungkapan suatu
hal dengan cara tidak langsung
Pembicara di dalam
percakapan harus berusaha agar apa yang dikatakannya relevan dengan situasi di
dalam percakapan itu, jelas dan mudah dipahami oleh pendengarnya. Dengan
singkat dapat dikatakan bahwa ada kaidah-kaidah yang harus ditaati oleh
pembicara agar percakapan dapat berjalan lancar. Kaidah-kaidah ini, di dalam
kajian pragmatik, dikenal sebagai prinsip
kerja sama.
Grice (1975)
mengungkapkan bahwa di dalam prinsip kerja sama, seorang pembicara harus
mematuhi empat maksim. Maksim adalah prinsip yang harus ditaati oleh peserta
pertuturan dalam berinteraksi, baik secara tekstual maupun interpersonal dalam
upaya melancarkan jalannya proses komunikasi. Keempat maksim percakapan itu
adalah :
1. Maksim Kuantitas
Berdasarkan
maksim kuantitas, dalam percakapan penutur harus memberikan kontribusi
secukupnya kepada mitra tuturnya.
(1) Anak gadis saya sekarang sudah
punya pacar.
(2) Anak gadis saya yang perempuan
sudah punya pacar.
Maksim
kuantitas juga dipenuhi oleh apa yang disebut pembatas (hedge) yang menunjukkan keterbatasan penutur dalam mengungkapkan
informasi.
2. Maksim Kualitas
Berdasarkan
maksim kualitas, peserta percakapan harus mengatakan hal yang sebenarnya.
Ungkapan di awal kalimat seperti setahu
saya, kalau tidak salah dengar, katanya, dan sebagainya, menunjukkan
pembatas yang memenuhi maksimk kualitas.
3. Maksim
Relevansi
Berdasarkan
maksim relevansi, setiap peserta percakapan memberikan kontribusi yang relevan
dengan situasi pembicaraan.
(3) A : Kamu mau minum apa?
B : Yang hangat-hangat saja.
(4) C : Kamu mau minum apa?
D : Sudah saya cuci kemarin.
Ungkapan-ungkapan di awal kalimat
seperti Ngomong-ngomong …, Sambil lalu
…., atau By the way …
4. Maksim Cara
Berdasarkan
maksim cara, setiap peserta percakapan harus berbicara langsung dan lugas serta
tidak berlebihan.
(5) A : Mau yang mana, komedi atau horor?
B : Yang komedi saja. Gambarnya juga
lebih bagus.
(6) C : Mau yang mana, komedi atau horor?
D : Sebetulnya yang drama bagus sekali.
Apalagi pemainnya aku suka semua.
tapi ceritanya tidak
jelas arahnya, Action
oke juga, tapi ceritanya aku tidak mengerti.
B
: Jadi kamu pilih yang mana?
Untuk memenuhi maksim cara, ada kalanya
keluarga tidak selalu bermanfaat di dalam interaksi verbal (hal ini dapat kita
lihat pula bagian yang membicarakan interaksi dan sopan santun), pembicara
dapat menyatakan ungkapan seperti Bagaimana
kalau …, Menurut saya … dan sebagainya.
Pelanggaran terhadap maksim
percakapan akan menimbulkan kesan yang janggal. Kejanggalan itu dapat terjadi
jika informasi yang diberikan berlebihan, tidak benar, tidak relevan, atau
berbelit-belit. Kejanggalan inilah yang biasanya dimanfaatkan di dalam humor.
Di dalam
percakapan, sering apa yang kita ujarkan dapat “menguatkan” kenyataan yang
menjadi konsekuensi apa yang kita ujarkan, misalnya berikut ini.
(7) Saya adalah temanmu.
(8) Saya berjanji tidak akan
mengulangi perbuatan itu.
Mengucapkan
janji, menyatakan sesuatu, memperingatkan orang lain, atau mengancam seperti
yang kita lihat berikut merupaka bagian dari pertuturan (speech act). Pertuturan adalah seluruh komponen bahasa dan nobahasa
yang meliputi perbuatan bahasa yang utuh, yang menyangkut peserta di dalam
percakapan, bentuk penyampaian amanat, topik, dan konteks amanat itu.
Berdasarkan tujuannya, pertuturan dapat dikelompokkan
seperti berikut ini :
1. Asertif, yang melibatkan penutur kepada
kebenaran atau kecocokan proposisi, misalnya
menyatakan, menyarankan dan melaporkan.
2. Direktif,
yang tujuannya adalah tanggapan berupa tindakan dari mitra tutur, misalnya menyuruh, memerintahkan, meminta, memohon,
dan mengingatkan;
3. Komisif, yang melibatkan penutur dengan
tindakan atau akibat selanjutnya, misalnya berjanji,
bersumpah, dan mengancam.
4. Ekspresif, yang memperlihatkan sikap penutur
pada keadaan tertentu, misalnya berterima
kasih, mengucapkan selamat, memuji, menyalahkan, memaafkan, dan menerima maaf; dan
5. Deklaratif, yang menunjukkan perubahan setelah
dianjurkan, misalnya membaptiskan,
menceraikan (secara Islam), menikahkan, dan menyatakan.
Dalam pragmatik
dikenal kata deiksis. Deiksis adalah cara merujuk pada
suatu hal yang berkaitan erat dengan konteks penutur. Ada
tiga jenis deiksis, yaitu deiksis ruang, deiksis persona, dan deiksis waktu.
1. Deiksis Ruang
Unsur pembentuk
deiksis ruang mengacu pada penggambaran tempat atau keadaan tertentu yang
berorientasi pada sudt pandang penutur atau pembicara.
2. Deiksis Persona
Pemahaman
deiksis persona mengarah pada pemahaman kata ganti diri. Bahasa Indonesia dalam
hal ini hanya mengenal pembagian kata ganti atas tiga, yaitu kata ganti persona
pertama, kata ganti persona kedua, dan kata ganti persona ketiga.
|
Tunggal
|
Jamak
|
Orang pertama
Orang kedua
Orang ketiga
|
aku, saya
(eng)kau, kamu, Anda
ia, dia, beliau
|
Kami, kita
Kamu (semua), Anda (semua) kalian
mereka
|
3. Deiksis Waktu
Deiksis waktu
berkaitan dengan waktu relatif penurut atau penulis dan mitra tutur atau
pembaca. Pengungkapan waktu di dalam setiap bahasa berbeda-beda. Ada yang
mengungkapkannya secara klasikal, yaitu dengan kata tertentu.
Bahasa
Indonesia mengungkapkan waktu dengan sekarang
untuk waktu kini, tadi dan dulu untuk waktu lampau, nanti untuk waktu yang akan datang. Hari ini, kemarin dan besok, juga merupakan hal yang relatif,
dilihat dari kapan suatu ujaran diucapkan.
PENUTUP
Semantik dan Pragmatik mempunyai kesamaan, yaitu
cabang-cabang ilmu bahasa yang menelaah makna-makna satuan bahasa, namun, di
antara kedua cabang ilmu itu memiliki perbedaan, yaitu semantik mempelajari
makna satuan bahasa secara internal sedangkan pragmatik mempelajari makna satuan bahasa secara eksternal.
Makna yang digeluti cabang ilmu bahasa semantik
ialah makna yang bebas konteks(context-independent), sedangkan makna yang
digeluti oleh cabang ilmu bahasa pragmatik ialah makna yang terikat konteks
(context-dependent)
DAFTAR PUSTAKA
Kushartanti,
Untung Yuwono dan Multamia RMT Lander. 2007. Pesona Bahasa (Langkah awal memahami
linguistik) . Jakarta: Gramadia Pustaka Utama.
Sam Mukhtar
Chaniago, Mukti U.S dan Maidar Arsyad.1997. Pragmatik.
Jakarta: Universitas Terbuka.
Verhaar.J.W.M.
2006. Asas-asas Linguistik Umum.Yogyakarta:
Gadjah Mada University Press.
Yule, George. 2006.
Pragmatik. Yogyakarta: Pustaka
Pelajar.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar