Laman

Minggu, 20 September 2015

ANALISIS SOAL ULANGAN UMUM TENGAH SEMESTER II KELAS II KECAMATAN GONDANGREJO KABUPATEN KARANGANYAR TAHUN PELAJARAN 2014/2015 (Berdasarkan Teori Tes Kemampuan Berbicara oleh Oller pada Kompetensi Mengungkapkan secara Lisan beberapa Informasi dengan Mendeskripsikan Benda dan Bercerita


A.    PENDAHULUAN
1.      Latar Belakang Masalah
Kegiatan penilaian (evaluasi), merupakan bagian tak terpisahkan dari aktivitas pengajaran secara keseluruhan. Sebagai konsekuensinya, guru sebagai pelaksana pengajaran di kelas perlu memiliki kemampuan yang memadai tentang hal-hal yang berkaitan dengan penilaian. Dalam hubungan dengan kegiatan pengajaran, Norman E. Gronlund (dalam Purwanto, 2000:3), merumuskan pengertian bahwa evaluasi adalah suatu proses yang sistematis untuk menentukan dan membuat keputusan sampai sejauh mana tujuan-tujuan pengajaran telah dicapai oleh siswa.
Kurikulum, proses pembelajaran,dan evaluasi merupakan tiga komponen penting dalam proses pembelajaran. Ketiga komponen tersebut saling terkait antar satu dengan yang lainnya, kurikulum merupakan jabaran dari tujuan pendidikan yang menjadi landasan program pembelajaran. Proses pembelajaran merupakan upaya untuk mencapai tujuan yang dirumuskan dalam kurikulum. Sementara itu kegiatan evaluasi dilakukan untuk mengukur dan menilai tingkat pencapaian tujuan pembelajaran. Penilaian juga digunakan untuk mengetahui kekuatan dan kelemahan proses pembelajaran sehingga dapat dijadikan dasar untuk mengambil keputusan, dan perbaikan proses pembelajaran yang dilakukan. Oleh sebab itu kurikulum yang baik dan proses pembelajaran yang benar perlu ada sistem penilaian yang baik, terencana dan berkesinambungan.
Untuk melaksanakan evaluasi diperlukan alat (instrument) evaluasi yang valid dan nadal (Purwanto, 2000: 33). Suatu tes dapat disebut valid jika tes tersebut benar-benar mempu menilai apa yang harus dinilai. Suatu es disebut andal (dapat dipercaya) jika tes tersebut menunjukkan ketelitian dalam pengukuran.
Keterampilan berbicara merupakan salah satu dari empat keterampilan berbahasa yang lain, yaitu keterampilan menyimak, eterampilan membaca, dan keterampilan menulis. Keempat keterampilan tersebut memiliki hubungan yang sangat erat satu sama lain dan merupakan satu kesatuan yang tidak dipisahkan. Berdasarkan pengamatan dan wawancara beberapa guru di Kecamatan Gondangrejo didapat bahwa guru merasa kesulitan untuk membuat instrumen penilaian keterampilan berbicara. Sehingga dalam proses penilaian guru hanya mengandalkan perkiraan tanpa ada instrumen penilaian yang jelas.
Sehubungan dengan hal itu, penulis ingin mencoba menganalisis salah satu alat tes, yaitu soal Ulangan Umum Tengah Semester II SD/MI Kelas II Kecamatan Gondangrejo Kabupaten Karanganyat Tahun Pelajaran 2014/2015. Berdasarkan teori tes kemampuan berbicara oleh Oller pada kompetensi mengungkapkan secara lisan beberapa informasi dengan mendeskripsikan benda dan bercerita.
2.      Rumusan Masalah
Permasalahan dalam makalah ini adalah bagaimana hasil analisis soal Ulangan Umum Tengah Semester II SD/MI Kelas II Kecamatan Gondangrejo Kabupaten Karanganyat Tahun Pelajaran 2014/2015. Berdasarkan teori tes kemampuan berbicara oleh Oller pada kompetensi mengungkapkan secara lisan beberapa informasi dengan mendeskripsikan benda dan bercerita?
3.      Tujuan
Secara umum penelitian ini bertujuan untuk menganalisis soal Ulangan Umum Tengah Semester II SD/MI Kelas II Kecamatan Gondangrejo Kabupaten Karanganyat Tahun Pelajaran 2014/2015. Berdasarkan teori tes kemampuan berbicara oleh Oller pada kompetensi mengungkapkan secara lisan beberapa informasi dengan mendeskripsikan benda dan bercerita. Adapun tujuan khusus dari penelitian ini adalah untuk memberikan informasi bagi guru mengenai instrumen yang sesuai untuk mengukur keterampilan berbicara siswa.
4.      Manfaat
a.       Dari segi teoritis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan bagi dunia pendidikan dan memperkaya hasil penelitian yang ada dan dapat memberikan gambaran mengenai instrumen yang sesuai untuk mengukur keterampilan berbicara siswa.
b.      Dari segi teoritis, hasil penelitian ini diharapkan dapat membantu memberikan informasi khususnya kepada guru dalam upaya memberikan penilaian yang tepat bagi sisiwa.

B.     KAJIAN TEORI
Berbicara merupakan keterampilan berbahasa yang sangat penting. Oleh karena itu, keterampilan berbicara sudah dipelajari sejak dini. Dengan berbicara kita dapat mengungkapkan apa yang kita rasakan kepada orang lain sehingga membuat komunikasi menjadi lancar. Berbicara merupakan keterampilan yang harus dilatih dan tidak datang dengan sendirinya.
1.      Hakikat Keterampilan Berbicara
Berbicara merupakan kemampuan mengucapkan bunyi-bunyi artikulasi atau kata-kata untuk mengekspresikan, menyatakan, menyampaikan pikiran, gagasan, atau perasaan. Berbicara merupakan system tanda-tanda yang dapat didengar dan diamati. Berbicara merupakan suatu bentuk perilaku manusia yang memanfaatkan faktor-faktor fisik, psikologis, neurologist, semantic, dan sosiolinguistik sehingga dapat dianggap sebagai alat manusia yang paling menggambarkan bagi kontrol sosial (Yuniawan, 2002: 6).
Berbicara disebut juga sebagai ujaran. Powers (dalam Tarigan, 1981: 9) menyatakan bahwa ujaran sebagai suatu cara berkomunikasi sangat mempengaruhi kehidupan-kehidupan individual kita. Sistem inilah yang memberikan keefektifan bagi individu mendirikan hubunagn mental dan emosional dengan anggota-anggota lainnya. Agaknya tidak perlu disangsikan lagi bahwa ujaran hanyalah merupakan ekspresi dari gagasan-gagasan pribadi seseorang dan menekankan hubungan-hubungan yang bersifat dua arah, memberi dan menerima.
Berbicara merupakan suatu keterampilan berbahasa yang berkembang pada kehidupan anak, yang hanya didahului oleh keterampilan menyimak dan pada masa tersebutlah kemampuan berbicara atau berujar dipelajari (Tarigan, 1981: 3). Berbicara lebih dari sekedar pengucapan bunyi-bunyi atau kata-kata. Berbicara adalah suatu alat untuk mengkomunikasikan gagasan-gagasan yang disusun serta dikembangkan sesuai dengan kebutuhan-kebutuhan snag pendengar atau penyimak. Maka dari itu Mulgave (dalam Tarigan, 1981:5) memberikan pengertian bahwa berbicara merupakan instrumen yang mengungkapkan kepada penyimak hampir-hampir secara langsung apakah sang pembicara memahami atau tidak baik bahan pembicaraan maupun para penyimaknya.
Berbicara adalah aktivitas berbahasa kedua yang dilakukan manusia dalam kehidupan berbahasa, yaitu setelah aktivitas mendengarkan. Berdasarkan bunyi-bunyi (bahasa) yang didengarnya itulah kemudian manusia belajar mengungkapkan dan akhirnya mempu untuk berbicara. Untuk dapat berbicara dalam suatu bahasa secara baik, pembicara harus menguasai lafal, struktur dan kosakata yang bersangkutan. Di samping itu, diperlukan juga penguasaan masalah dan atau gagasan yang akan disampaikan, serta kemampuan memahami bahasa lawan bicara.
Dalam kegiatan berbicara diperlukan penguasaan terhadap lambang bunyi baik untuk keperluan menyampaikan maupun menerima gagasan. Lambang yang berupa tanda-tanda visual seperti yang dibutuhkan dalam kegiatan membaca dan menulis tidak diperlukan. Itulah sebabnya orang yang buta huruf pun dapat melakukan aktivitas berbicara secara baik, misalnya para penutur asli. Penutur yang demikian mungkin tidak menyadari kompetensi kebahasaannya, tidak “mengerti” sistem bahasanya sendiri. Kenyataan itu sekali lagi membuktikan bahwa penguasaan bahasa alias lebih fungsional dalam kehidupan sehari-hari. Oleh karenau itu, kemampuan berbicara seharusnya mendapat perhatian yang cukup dalam pengajaran bahasa dan tes kemampuan berbahasa.
Dalam situasi yang normal, orang melakukan kegiatan berbicara dengan motivasi ingin mengemukakan sesuatu kepada orang lain, atau karena ingin memberikan reaksi terhadap sesuatu yang didengarnya. Pembicaraan dalam situasi demikian, kejelasan penuturan tidak semata-mata ditentukan oleh ketepatan bahasa (verbal) yang dipergunakan saja, melainkan amat dibantu oleh unsur-unsur paralinguistik seperti gerak-gerak tertentu, ekspresi wajah, nada suara, dan sebagainya, suatu hal yang tidak ditemui dalam alam komunikasi tertulis. Situasi pembicaraan (serius, santai, wajar, tertekan) dalam banyak hal juga mempengaruhi keadaan dan kelancaran pembicaraan.
2.      Bentuk-bentuk Tugas Kemampuan Berbicara
Oller (dalam Nurgiyantoro, 2001:277) mengunhkapkan bahwa hal yang mempengaruhi keadaan pembicaraan adalah masalah apa yang menjadi topik pembicaraan dan lawan bicara. Kedua hal tersebut merupakan hal yang esensial, dan karenanya harus diperhitungkan, dalam tes kemampuan berbicara siswa dalam suatu bahasa. Atau paling tidak, tes berbicara hendaknya mampu mencerminkan situasi yang menghadirkan kedua faktor tersebut., dan karenanya pembicaraan mendekati situasi yang normal, boleh dikatakan telah memenuhi harapan (teori) pragmatik.
Di bawah ini akan dicontohkan beberapa bentuk tes (yang dapat digolongkan tes) berbicara. Akan tetapi, tugas-tugas tes yang diberikan dibatasi pada tugas-tugas yang berpeluang untuk tes pragmatik yang menghendaki siswa telah menguasai tahap elementer dalam suatu bahasa, atau paling tidak sudah dapat mempergunakan bahasa itu untuk aktivitas berbicara.
            Bentuk-bentuk kemampuan berbicara yang dipilih seharusnya yang memungkinkan siswa untuk tidak saja mengucapkan kemampuan berbahasanya, melainkan juga mengungkapkan gagasan, pikiran, atau perasaannya. Dengan demikian tes tersebut bersifat fungsional, di samping dapat juga mengungkapkan kemampuan siswa berbicara dalam bahasa yang bersangkutan mendekati pemakaiannya secara normal.
a.       Pembicaraan Berdasarkan Gambar
Untuk mengungkap kemampuan berbicara pelajar dalam suatu bahasa, gambar dapat dijadikan rangsangan yang baik. Rangsang yang berupa gambar sangat baik untuk dipergunakan pada anak-anak usia sekolah dasar ataupun pembelajar bahasa asing pada tahap awal.
Tugas-tugas pragmatik yang diberikan kepada siswa untuk berbicara berdasarkan gambar yang disediakan.
1)      Memberikan pertanyaan
Pertanyaan yang dimaksud hendaklah memungkinkan siswa mengungkapkan kemampuan berbahasa dan pemahaman terhadap konteks ekstralinguistiknya. Jawaban siswa terhadap pertanyaan-pertanyaan pragmatis mungkin sekali berbeda-beda. Untuk itu perlu ditentukan kriteria jawaban yang tepat dan yang sebaliknya. Oller (dalam Nurgiyantoro, 2001:280) mengemukakan bahwa petepatan (struktur) bahasa dan kelayakan konteks. Namu, ia menambahkan bahwa kelayakan konteks haruslah mendaoat penekanan.
2)      Bercerita
Siswa diminta untuk bercerita sesuai dengan gambar yang disediakan. Teknik penilaian pun dapat dilakukan dari segi ketepatan bahasa dan kelayakan konteks. Ketepatan bahasa dilihat dari segi kelancaran komunikasi, kesalahan-keslahan yang menimbulkan gangguan. Kelayakan konteks menyangkut masalah ketepatan pemahaman (isi) gambar, kejelasan gagasan dan kreatifitas imajinatif, dan kelogisan cerita antar gambar.
b.      Wawancara
Wawancara (oral interview) barangkali merupakan teknik yang paling banyak dipergunakan untuk menilai kemampuan berbicara seseorang dalam suatu bahasa khususnya bahasa asing yang dipelajarinya. Wawancara biasanya dilakukan terhadap seorang pelajar yang kemampuan bahasanya dirasa cukup memadai sehingga memungkinkan untuk mengungkapkan pikiran dan perasaannya dalam bahasa itu.
Alat penilaian yang dipergunakan perlu disiapkan sebelum wawancara dimulai. Berikut contoh model penilaian wawancara.
1)    Tujuan wawancara
 Tujuan utama dilakukannya wawancara adalah untuk menentukan tingkat kefasihan yang dimaksud, dideskripsikan sebagai berikut.
a)      Mampu memenuhi kebutuhan rutin untuk bepergian dan tata krama berbahasa secara minimal.
b)      Mampu memenuhi kebutuhan rutin sosial untuk keperluan pekerjaan secara terbatas.
c)      Mampu berbicara dengan ketepatan tata bahasa dan kosa kata untuk berperan serta dalam umumnya percakapan formal dan nonformal dalam masalah yang bersifat praktis, sosial dan profesional.
d)     Mampu mempergunakan bahasa itu dengan fasih sekali.
2)    Komponen alat penilaian dan deskripsi kefasihan
Tekanan
a)      Ucapan sering tak dapat dipahami
b)     Sering terjadi kesalahan besar dan dan aksen yang kuat yang menyulitkan pemahaman, menghendaki untuk selalu diulang
c)      Pengaruh ucapan asing (daerah) yang memaksa orrang mendengarkan dengan teliti, salah usap menyebabkan kesalahpahaman
d)     Tidak terjadi kesalahan yang mencolok, mendekati ucapan standar.
e)      Ucapan sudah standar (asing sudah seperti penutur asli)
Tata Bahasa
a)      Penggunaan tata bahasa hampir selalu tidak tepat
b)      Adanya kesalahan dalam pengguaan pola-pola pokok secara tetap yang selalu mengganggu komunikasi
c)      Sering terjadi kesalahan dalam pola tertentu karena kurang cermatb yang dapat mengganggu komunikasi
d)     Kadang-kadang terjadi kesalahan dalam penggunaan pola tertentu, tetapi tidak mengganggu komunikasi
e)      Sedikit terjadi kesalahan, tetapi bukan pada penggunaan pola
f)       Tidak lebih dari dua kesalahan selama berlangsungnya kegiatan wawancara.
Kosa Kata
a)      Penggunaan kosa kata tidak tepat dalam percakapan yang paling sederhana sekalipun
b)      Penguasaan kosa kata sangat terbatas pada keperluan dasar personal
c)      Pemilihan kosa kata sering tak tepat dan keterbatasan penguasaannya menghambat kelancaran komunikasi dalam masalah sosial dan profesional
d)     Penggunaan kosa kata teknis dalam pembicaraan tentang masalah tertentu, tetapi penggunaan kosa kata umum bersifat berlebihan
e)      Penggunaan kosa kata teknis lebih luas dan cermat, kosa kata umum pun tepat sesuai dengan situasi sosial
f)       Penggunaan kosa kata teknis umum luas dan tepat sekali.
Kelancaran
a)     Pembicaraan selalu terhenti dan terputus-putus sehingga wawancara
      macet
b)        Pembicaraan sangat lambat dan tidak ajeg kecuali untuk kalimat-kalimat pendek dan telah rutin
c)        Pembicaraan sering tampak ragu, kalimat tidak lengkap
d)       Pembicaraan kadang-kadang masih ragu, pengelompokan kata kadang-kadang juga tidak tepat.
e)        Pembicaraan lancar dan halus, tetapi kadang-kadang masih kurang ajeg
f)         Pembicaraan dalam segala hal lancar dan halus
Pemahaman
a)      Memahami sedikit isi percakapan yang paling sederhana
b)      Memahami dengan lambat percakapan sederhana, perlu penjelasan dan pengulangan
c)      Memahami dengan baik percakapan sederhana, dalam hal tertentu masih perlu penjelasan dan pengulangan
d)     Memahami agak baik percakapan normal, kadang-kadang pengulangan dengan penjelasan
e)      Memahami segala sesuatu dalam percakapan normal, kecuali yang bersifat koloqial
f)       Memahami segala sesuatu dalam pembicaraan formal dan koloqial
c.       Bercerita
Untuk dapat bercerita paling tidak ada dua hal yang dituntut untuk dikuasai siswa, yaitu unsur linguistik (bagaimana cara bercerita, bagaimana memilih bahan) dan unsur “apa” yang diceritakan. Ketepatan, kelancaran, dan kejelasan cerita akan mrnunjukkan kemampuan berbicara siswa.
Alat dan komponen penilaian yang dapat dipergunakan untuk menilai tugas bercerita dapat dilihat pada alat dan komponen yang dipergunakan untuk menilai tugas berpidato.
d.      Pidato
Dalam kaitannya dengan pengajaran (dan tes) bahasa di sekolah, tugas berpidato dapat berwujud permainan simulasi. Misalnya, siswa bersimulasi sebagai kepala sekolah berpidato dalam upacara bendera, menyambut tahun ajaran baru, hari sumpah pemuda, dan sebagainya.
Ada beberapa cara untuk menilai tugas berpidato. Jacobvits dan Gordon (dalam Nurgiyantoro, 2001:290) mengembangkan teknik penilaian untuk tugas-tugas laporan lisan.
Model Penilaian Tugas Berpidato
(dan bercerita)
No
Aspek yang dinilai
Tingkatan Skala
1
Keakuratan informasi (sangat buruk_akurat sepenuhnya
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
2
Hubungan antar informasi (sangat sedikit_berhubungan sepenuhnya)
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
3
Ketepatan struktur dan kosa kata (tidak tepat_tepat sekali)
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
4
Kelancaran (terbata-bata_lancar sekali)
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
5
Kewajaran urutan (tak normal_normal)
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
6
Gaya pengucapan (kaku_wajar)
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10


Jumlah skor.......

e.       Diskusi
          Tugas diskusi baik dilakukan para siswa di sekolah dan terlebih lagi para mahasiswa. Tugas ini tidak saja baik untuk mengukur kemampuan berbicara siswa (mahasiswa), melainkan juga sebagai latihan beradu argumentasi.
          Model penilaian dapat menggunakan model penilaian wawancara dan pidato. Akan tetapi, jika dianggap ada spek-aspek tertentu yang dipandang penting yang belum terungkap, kita dapat saja menyusun model sendiri, misalnya modedl skala 0-10 atau 1-10. Aspek-aspek yang dinilai pun dapat disusun sendiri, misalnya meliputi aspek-aspek: (1) ketepatan struktur, (2) ketepatan kosa kata, (3) kelancaran, (4) kualitas gagasan yang dikemukakan, (5) banyak gagasan yang dikemukakan, (6) kemampuan/ kekritisan menanggapi gagasan, dan (7) kemampuan mempertahankan pendapat.
C.    METODE PENELITIAN
            Untuk memperoleh data, penelitian ini menggunakan teknik penelitian dokumentasi. Hal yang didokumentasikan adalah soal Ulangan Umum Tengah Semester II Kelas II Kecamatan Gondangrejo Kabupaten Karanganyar Tahun  Pelajaran 2014/2015. Adapun langkah-langkah menganalisis soal meliputi tiga tahap.
1.      Menyajikan soal
2.      Menulis soal yang sesuai dengan kompetensi mengungkapkan secara lisan beberapa informasi  dengan mendeskripsikan beberapa informasi dan mendeskripsikan benda dan bercerita
3.      Mencocokkan soal yang diperoleh dengan teori tes kemampuan berbicara yang dikemukakan oleh Oller.
D.    HASIL DAN PEMBAHASAN
1.      Deskripsi Hasil
            Berdasarkan analisis soal Ualngan Umum Tengah Semester Kelas II didapat tiga soal yang termasuk dalam kompetensi mengungkapkan secara lisan beberapa informasi  dengan mendeskripsikan beberapa informasi dan mendeskripsikan benda dan bercerita.
·            Batangku bulat lurus, aku sebagai bahan pembuat gula. Aku adalah...
a.       Pepaya
b.      Tebu
c.       Pisang
·            Kakiku bertanduk, bunyiku kukuruyuk. Aku adalah...
a. ayam jago
b. burung bangau
c. burung merpati
·            Binatang ini bisa menjaga rumah, suaranya menggonggong. Binatang ini adalah...
      a. kucing
b. anjing
c. serigala
2. Pembahasan
              Berdasarkan hasil analisis didapat bahwa pada kompetensi mengungkapkan secara lisan beberapa informasi  dengan mendeskripsikan beberapa informasi dan mendeskripsikan benda dan bercerita soal tes hanya mengukur kemampuan kognitif saja. Sesuai dengan tes kemampuan berbicara yang dikemukakan oleh Oller, jika tes kemampuan berbicara dimaksudkan untuk mengungkap kemampuan siswa “menghasilkan bahasa” secara lisan, maka guru harus bisa menyiasati pelaksanaan praktik berbicara agar benar-benar efektif.
            Pelaksanaan praktik berbicara hendaknya dilakukan dengan mempertimbangkan keadaan siswa, baik dari segi kemampuan berbahasa maupun berpikirnya. Jika kemampuan berbahasa siswa masih sederhana, tugas berbicara yang diberikan masih bersifat “membimbing” (guided coversation), misalnya berbagi dialog sederhana, berbicara dengan rangsang gambar (visual), atau buku-buku bacaan sederhana, dan sebagainya. Sebaliknya jika kemampuan berbicara siswa sudah lebih tinggi, tugas berbicara yang diberikan dapat lebih bebas (free coversation), seperti tugas berdiskusi, berpidato,wawancara, berbicara dengan rangsang buku atau suara yang lebih kompleks, dan sebagainya.
            Untuk siswa kelas II sekolah dasar rangsang yang berupa gambar sangat baik untuk dipergunakan untuk mengungkap kemampuan berbicara siswa. Sesuai dengan fase perkembangan kognitif yang dikemukakan oleh Piaget (dalam Zuchdi, 1996:7) anak pada usia 7-11 tahun memasuki fase operasional konkret, artinya anak dapat berpikir logis mengenai benda-benda konkrit. Dalam hal ini siswa diminta untuk bercerita sesuai dengan gambar yang disediakan.
            Bentuk tes kemampuan berbicara seharusnya dengan menggnakan tes perbuatan. Tes perbuatan adalah alat penilaian hasil belajar yang menuntut siswa menampilkan hasil belajarnya dalam bentuk unjuk kerja, dalam hai ini bercerita ( Depdiknas, 2006:11). Teknik penilaian pun dapat dilakukan dari segi ketepatan bahasa dan kelayakan konteks. Ketepatan bahasa dilihat dari segi kelancaran komunikasi, kesalahan-kesalahan yang menimbulkan gangguan. Kelayakan konteks menyangkut masalah ketepatan pemahaman (isi) gambar, kejelasan gagasan dan kreativitas imajinatif, dan kelogisan cerita antar gambar.

Berikut penulis sajikan contoh pedoman penilaian mengungkapkan  secara lisan beberapa informasi  dengan mendeskripsikan beberapa informasi dan mendeskripsikan benda dan bercerita.
Pedoman Penilaian Mengungkapkan secara Lisan beberapa Informasi  dengan Mendeskripsikan Mendeskripsikan Benda dan Bercerita

No
Aspek yang Dinilai
Kriteria
Skor
Kategori
1
Kelengkapan dan ketepatan pendeskripsian
·        Deskripsi tidak lengkap dan tidak tepat
·  Deskripsi lengkap tetapi tidak lengkap
· Deskripsi tidak lengkap tetapi lengkap
·         Deskripsi lengkap dan tepat
1

2

3

4
Kurang

Cukup

Baik

Sangat baik
2
Ketepatan ujaran, tekanan, nada, dan intonasi
·   Ujaran, tekanan, nada dan intonasi tidak tepat
·     Ujaran, tekanan, nada dan intonasi kadang-kadang tepat
·     Ujaran, tekanan, nada dan intonasi sering tepat
·    Ujaran, tekanan, nada dan intonasi tepat
1

2

3

4


Kurang

Cukup

Baik

Sangat baik
3
Pilihan kata (diksi)
·      Diksi tidak tepat
·      Diksi menggunakan istilah asing
·      Diksi menggunakan kata non baku
·      Diksi tepat dan mengginakan kata baku
1
2
3
4
Kurang
Cukup
Baik
Sangat baik
4
Keefektifan kalimat
·   Kalimat tidak effektif
· Kalimat tidak efektif dan sulit dpahami
·   Kalimat tidak efektif tetapi mudah dipahami
· Kelimat efektif dan mudah dipahami
1
2

3

4
Kurang
Cukup

Baik

Sangat baik
5
Gerak-gerik, mimik, sikap, dan pandangan mata
·  Gerak-gerik dan mimik tanpa ekspresi; sikap tidak tenang dan kaku; pandangan mata selalu menunduk
·    Gerak-gerik dan mimik dibuat-buat; sikap tenang dan kaku; pandangan mata kemana-mana
·   Gerak-gerik dan mimik biasa; sikap tidak tenang dan tidak kaku; pandangan mata menunduk
· Gerak-gerik dan mimik sesuai;sikap wajar;tenang, dan tidak kaku;pandangan mata ke arah lawan bicara

Kurang



Cukup


Baik


Sangat baik
6
Volume suara
·         Suara tidak terdengar sama sekali
·         Suara pelan dan tidak jelas
·         Suara pelan tetapi jelas
·         Suara keras dan jelas

Kurang
Cukup
Baik

Sangat baik
7
Kelancaran berbicara
·         Berbicara terbata-bata
·         Berbicara cukup lancar
·         Berbicara lancar
·         Berbicara sangat lancar

Kurang
Cukup
Baik
Sangat baik

                  
A.     PENUTUP
1.      Simpulan
                  Berdasarkan hasil dan pembahasan diperoleh bahwa pada kompetensi berbicara yang tedapat pada Ulangan Umum Tengah Semester II disajikan dengan soal yang mengukur kemampuan kognitif siswa.
2.      Saran
a.       Guru hendaknya membuat instrumen penilaian yang sesuai dengan kompetensi yang akan diukur. Jika yang diukur adalah kemampuan berbicara, maka tes yang tepat adalah dengan menggunakan tes perbuatan.
b.      Pelaksanaan praktik berbicara hendaknya dilakukan dengan mempertimbangkan keadaan siswa, baik dari segi kemampuan berbahasa maupun berpikirnya.

DAFTAR PUSTAKA

Depdiknas.2006. Pedoman Penilaian Hasil Belajar Sekolah Dasar. Jakarta: Depdiknas
Nurgiyantoro, Burhan. 2001. Penilaian dalam Pengajaran Bahasa dan Sastra. Yogyakarta: BPFE
Purwanto, Ngalim. 2000. Prinsip-prinsip dan Teknik Evaluasi Pengajaran. Bandung: PT Remaja Rosdakarya
Tarigan, Henry Guntur. 1985. Berbicara sebagai suatu Keterampilan Berbahasa. Bandung: PT Remaja Rosdakarya
Yuniawan, Tommi. 2002. Paparan Perkuliahan Retorika/ Berbicara. Semarang: Unnes
Zuchdi. Darmiyati dan Budiasih. 1996. Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia di Kelas Rendah. Depdikbud

Tidak ada komentar:

Posting Komentar