A.
PENDAHULUAN
1.
Latar
Belakang Masalah
Kegiatan
penilaian (evaluasi), merupakan bagian tak terpisahkan dari aktivitas
pengajaran secara keseluruhan. Sebagai konsekuensinya, guru sebagai pelaksana
pengajaran di kelas perlu memiliki kemampuan yang memadai tentang hal-hal yang
berkaitan dengan penilaian. Dalam hubungan dengan kegiatan pengajaran, Norman
E. Gronlund (dalam Purwanto, 2000:3), merumuskan pengertian bahwa evaluasi
adalah suatu proses yang sistematis untuk menentukan dan membuat keputusan
sampai sejauh mana tujuan-tujuan pengajaran telah dicapai oleh siswa.
Kurikulum,
proses pembelajaran,dan evaluasi merupakan tiga komponen penting dalam proses
pembelajaran. Ketiga komponen tersebut saling terkait antar satu dengan yang
lainnya, kurikulum merupakan jabaran dari tujuan pendidikan yang menjadi
landasan program pembelajaran. Proses pembelajaran merupakan upaya untuk
mencapai tujuan yang dirumuskan dalam kurikulum. Sementara itu kegiatan
evaluasi dilakukan untuk mengukur dan menilai tingkat pencapaian tujuan
pembelajaran. Penilaian juga digunakan untuk mengetahui kekuatan dan kelemahan
proses pembelajaran sehingga dapat dijadikan dasar untuk mengambil keputusan,
dan perbaikan proses pembelajaran yang dilakukan. Oleh sebab itu kurikulum yang
baik dan proses pembelajaran yang benar perlu ada sistem penilaian yang baik,
terencana dan berkesinambungan.
Untuk
melaksanakan evaluasi diperlukan alat (instrument)
evaluasi yang valid dan nadal (Purwanto, 2000: 33). Suatu tes dapat disebut
valid jika tes tersebut benar-benar mempu menilai apa yang harus dinilai. Suatu
es disebut andal (dapat dipercaya) jika tes tersebut menunjukkan ketelitian
dalam pengukuran.
Keterampilan
berbicara merupakan salah satu dari empat keterampilan berbahasa yang lain,
yaitu keterampilan menyimak, eterampilan membaca, dan keterampilan menulis.
Keempat keterampilan tersebut memiliki hubungan yang sangat erat satu sama lain
dan merupakan satu kesatuan yang tidak dipisahkan. Berdasarkan pengamatan dan
wawancara beberapa guru di Kecamatan Gondangrejo didapat bahwa guru merasa
kesulitan untuk membuat instrumen penilaian keterampilan berbicara. Sehingga
dalam proses penilaian guru hanya mengandalkan perkiraan tanpa ada instrumen
penilaian yang jelas.
Sehubungan
dengan hal itu, penulis ingin mencoba menganalisis salah satu alat tes, yaitu
soal Ulangan Umum Tengah Semester II SD/MI Kelas II Kecamatan Gondangrejo
Kabupaten Karanganyat Tahun Pelajaran 2014/2015. Berdasarkan teori tes
kemampuan berbicara oleh Oller pada kompetensi mengungkapkan secara lisan
beberapa informasi dengan mendeskripsikan benda dan bercerita.
2.
Rumusan
Masalah
Permasalahan
dalam makalah ini adalah bagaimana hasil analisis soal Ulangan Umum Tengah
Semester II SD/MI Kelas II Kecamatan Gondangrejo Kabupaten Karanganyat Tahun
Pelajaran 2014/2015. Berdasarkan teori tes kemampuan berbicara oleh Oller pada
kompetensi mengungkapkan secara lisan beberapa informasi dengan mendeskripsikan
benda dan bercerita?
3.
Tujuan
Secara
umum penelitian ini bertujuan untuk menganalisis soal Ulangan Umum Tengah
Semester II SD/MI Kelas II Kecamatan Gondangrejo Kabupaten Karanganyat Tahun
Pelajaran 2014/2015. Berdasarkan teori tes kemampuan berbicara oleh Oller pada
kompetensi mengungkapkan secara lisan beberapa informasi dengan mendeskripsikan
benda dan bercerita. Adapun tujuan khusus dari penelitian ini adalah untuk
memberikan informasi bagi guru mengenai instrumen yang sesuai untuk mengukur
keterampilan berbicara siswa.
4.
Manfaat
a. Dari
segi teoritis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan bagi dunia
pendidikan dan memperkaya hasil penelitian yang ada dan dapat memberikan
gambaran mengenai instrumen yang sesuai untuk mengukur keterampilan berbicara
siswa.
b. Dari
segi teoritis, hasil penelitian ini diharapkan dapat membantu memberikan
informasi khususnya kepada guru dalam upaya memberikan penilaian yang tepat
bagi sisiwa.
B.
KAJIAN
TEORI
Berbicara merupakan keterampilan berbahasa yang
sangat penting. Oleh karena itu, keterampilan berbicara sudah dipelajari sejak
dini. Dengan berbicara kita dapat mengungkapkan apa yang kita rasakan kepada
orang lain sehingga membuat komunikasi menjadi lancar. Berbicara merupakan
keterampilan yang harus dilatih dan tidak datang dengan sendirinya.
1.
Hakikat
Keterampilan Berbicara
Berbicara
merupakan kemampuan mengucapkan bunyi-bunyi artikulasi atau kata-kata untuk
mengekspresikan, menyatakan, menyampaikan pikiran, gagasan, atau perasaan.
Berbicara merupakan system tanda-tanda yang dapat didengar dan diamati.
Berbicara merupakan suatu bentuk perilaku manusia yang memanfaatkan
faktor-faktor fisik, psikologis, neurologist, semantic, dan sosiolinguistik
sehingga dapat dianggap sebagai alat manusia yang paling menggambarkan bagi
kontrol sosial (Yuniawan, 2002: 6).
Berbicara
disebut juga sebagai ujaran. Powers (dalam Tarigan, 1981: 9) menyatakan bahwa
ujaran sebagai suatu cara berkomunikasi sangat mempengaruhi kehidupan-kehidupan
individual kita. Sistem inilah yang memberikan keefektifan bagi individu
mendirikan hubunagn mental dan emosional dengan anggota-anggota lainnya.
Agaknya tidak perlu disangsikan lagi bahwa ujaran hanyalah merupakan ekspresi
dari gagasan-gagasan pribadi seseorang dan menekankan hubungan-hubungan yang
bersifat dua arah, memberi dan menerima.
Berbicara
merupakan suatu keterampilan berbahasa yang berkembang pada kehidupan anak,
yang hanya didahului oleh keterampilan menyimak dan pada masa tersebutlah
kemampuan berbicara atau berujar dipelajari (Tarigan, 1981: 3). Berbicara lebih
dari sekedar pengucapan bunyi-bunyi atau kata-kata. Berbicara adalah suatu alat
untuk mengkomunikasikan gagasan-gagasan yang disusun serta dikembangkan sesuai
dengan kebutuhan-kebutuhan snag pendengar atau penyimak. Maka dari itu Mulgave
(dalam Tarigan, 1981:5) memberikan pengertian bahwa berbicara merupakan
instrumen yang mengungkapkan kepada penyimak hampir-hampir secara langsung
apakah sang pembicara memahami atau tidak baik bahan pembicaraan maupun para
penyimaknya.
Berbicara
adalah aktivitas berbahasa kedua yang dilakukan manusia dalam kehidupan
berbahasa, yaitu setelah aktivitas mendengarkan. Berdasarkan bunyi-bunyi
(bahasa) yang didengarnya itulah kemudian manusia belajar mengungkapkan dan
akhirnya mempu untuk berbicara. Untuk dapat berbicara dalam suatu bahasa secara
baik, pembicara harus menguasai lafal, struktur dan kosakata yang bersangkutan.
Di samping itu, diperlukan juga penguasaan masalah dan atau gagasan yang akan
disampaikan, serta kemampuan memahami bahasa lawan bicara.
Dalam
kegiatan berbicara diperlukan penguasaan terhadap lambang bunyi baik untuk
keperluan menyampaikan maupun menerima gagasan. Lambang yang berupa tanda-tanda
visual seperti yang dibutuhkan dalam kegiatan membaca dan menulis tidak
diperlukan. Itulah sebabnya orang yang buta huruf pun dapat melakukan aktivitas
berbicara secara baik, misalnya para penutur asli. Penutur yang demikian
mungkin tidak menyadari kompetensi kebahasaannya, tidak “mengerti” sistem
bahasanya sendiri. Kenyataan itu sekali lagi membuktikan bahwa penguasaan
bahasa alias lebih fungsional dalam kehidupan sehari-hari. Oleh karenau itu,
kemampuan berbicara seharusnya mendapat perhatian yang cukup dalam pengajaran
bahasa dan tes kemampuan berbahasa.
Dalam
situasi yang normal, orang melakukan kegiatan berbicara dengan motivasi ingin
mengemukakan sesuatu kepada orang lain, atau karena ingin memberikan reaksi
terhadap sesuatu yang didengarnya. Pembicaraan dalam situasi demikian,
kejelasan penuturan tidak semata-mata ditentukan oleh ketepatan bahasa (verbal)
yang dipergunakan saja, melainkan amat dibantu oleh unsur-unsur paralinguistik
seperti gerak-gerak tertentu, ekspresi wajah, nada suara, dan sebagainya, suatu
hal yang tidak ditemui dalam alam komunikasi tertulis. Situasi pembicaraan
(serius, santai, wajar, tertekan) dalam banyak hal juga mempengaruhi keadaan
dan kelancaran pembicaraan.
2.
Bentuk-bentuk
Tugas Kemampuan Berbicara
Oller
(dalam Nurgiyantoro, 2001:277) mengunhkapkan bahwa hal yang mempengaruhi
keadaan pembicaraan adalah masalah apa yang menjadi topik pembicaraan dan lawan
bicara. Kedua hal tersebut merupakan hal yang esensial, dan karenanya harus
diperhitungkan, dalam tes kemampuan berbicara siswa dalam suatu bahasa. Atau
paling tidak, tes berbicara hendaknya mampu mencerminkan situasi yang
menghadirkan kedua faktor tersebut., dan karenanya pembicaraan mendekati
situasi yang normal, boleh dikatakan telah memenuhi harapan (teori) pragmatik.
Di bawah ini akan
dicontohkan beberapa bentuk tes (yang dapat digolongkan tes) berbicara. Akan
tetapi, tugas-tugas tes yang diberikan dibatasi pada tugas-tugas yang
berpeluang untuk tes pragmatik yang menghendaki siswa telah menguasai tahap
elementer dalam suatu bahasa, atau paling tidak sudah dapat mempergunakan
bahasa itu untuk aktivitas berbicara.
Bentuk-bentuk kemampuan berbicara yang dipilih seharusnya
yang memungkinkan siswa untuk tidak saja mengucapkan kemampuan berbahasanya,
melainkan juga mengungkapkan gagasan, pikiran, atau perasaannya. Dengan
demikian tes tersebut bersifat fungsional, di samping dapat juga mengungkapkan
kemampuan siswa berbicara dalam bahasa yang bersangkutan mendekati pemakaiannya
secara normal.
a. Pembicaraan
Berdasarkan Gambar
Untuk
mengungkap kemampuan berbicara pelajar dalam suatu bahasa, gambar dapat
dijadikan rangsangan yang baik. Rangsang yang berupa gambar sangat baik untuk
dipergunakan pada anak-anak usia sekolah dasar ataupun pembelajar bahasa asing
pada tahap awal.
Tugas-tugas
pragmatik yang diberikan kepada siswa untuk berbicara berdasarkan gambar yang
disediakan.
1) Memberikan
pertanyaan
Pertanyaan yang
dimaksud hendaklah memungkinkan siswa mengungkapkan kemampuan berbahasa dan
pemahaman terhadap konteks ekstralinguistiknya. Jawaban siswa terhadap
pertanyaan-pertanyaan pragmatis mungkin sekali berbeda-beda. Untuk itu perlu
ditentukan kriteria jawaban yang tepat dan yang sebaliknya. Oller (dalam
Nurgiyantoro, 2001:280) mengemukakan bahwa petepatan (struktur) bahasa dan
kelayakan konteks. Namu, ia menambahkan bahwa kelayakan konteks haruslah
mendaoat penekanan.
2) Bercerita
Siswa diminta untuk
bercerita sesuai dengan gambar yang disediakan. Teknik penilaian pun dapat
dilakukan dari segi ketepatan bahasa dan kelayakan konteks. Ketepatan bahasa
dilihat dari segi kelancaran komunikasi, kesalahan-keslahan yang menimbulkan
gangguan. Kelayakan konteks menyangkut masalah ketepatan pemahaman (isi)
gambar, kejelasan gagasan dan kreatifitas imajinatif, dan kelogisan cerita
antar gambar.
b. Wawancara
Wawancara
(oral interview) barangkali merupakan
teknik yang paling banyak dipergunakan untuk menilai kemampuan berbicara
seseorang dalam suatu bahasa khususnya bahasa asing yang dipelajarinya.
Wawancara biasanya dilakukan terhadap seorang pelajar yang kemampuan bahasanya
dirasa cukup memadai sehingga memungkinkan untuk mengungkapkan pikiran dan
perasaannya dalam bahasa itu.
Alat
penilaian yang dipergunakan perlu disiapkan sebelum wawancara dimulai. Berikut
contoh model penilaian wawancara.
1) Tujuan
wawancara
Tujuan utama dilakukannya wawancara adalah
untuk menentukan tingkat kefasihan yang dimaksud, dideskripsikan sebagai
berikut.
a) Mampu
memenuhi kebutuhan rutin untuk bepergian dan tata krama berbahasa secara
minimal.
b) Mampu
memenuhi kebutuhan rutin sosial untuk keperluan pekerjaan secara terbatas.
c) Mampu
berbicara dengan ketepatan tata bahasa dan kosa kata untuk berperan serta dalam
umumnya percakapan formal dan nonformal dalam masalah yang bersifat praktis,
sosial dan profesional.
d) Mampu
mempergunakan bahasa itu dengan fasih sekali.
2) Komponen
alat penilaian dan deskripsi kefasihan
Tekanan
a)
Ucapan sering tak dapat dipahami
b)
Sering terjadi kesalahan besar dan
dan aksen yang kuat yang menyulitkan pemahaman, menghendaki untuk selalu
diulang
c)
Pengaruh ucapan asing (daerah) yang
memaksa orrang mendengarkan dengan teliti, salah usap menyebabkan
kesalahpahaman
d)
Tidak terjadi kesalahan yang
mencolok, mendekati ucapan standar.
e)
Ucapan sudah standar (asing sudah
seperti penutur asli)
Tata
Bahasa
a) Penggunaan
tata bahasa hampir selalu tidak tepat
b) Adanya
kesalahan dalam pengguaan pola-pola pokok secara tetap yang selalu mengganggu
komunikasi
c) Sering
terjadi kesalahan dalam pola tertentu karena kurang cermatb yang dapat
mengganggu komunikasi
d) Kadang-kadang
terjadi kesalahan dalam penggunaan pola tertentu, tetapi tidak mengganggu
komunikasi
e) Sedikit
terjadi kesalahan, tetapi bukan pada penggunaan pola
f) Tidak
lebih dari dua kesalahan selama berlangsungnya kegiatan wawancara.
Kosa
Kata
a) Penggunaan
kosa kata tidak tepat dalam percakapan yang paling sederhana sekalipun
b) Penguasaan
kosa kata sangat terbatas pada keperluan dasar personal
c) Pemilihan
kosa kata sering tak tepat dan keterbatasan penguasaannya menghambat kelancaran
komunikasi dalam masalah sosial dan profesional
d) Penggunaan
kosa kata teknis dalam pembicaraan tentang masalah tertentu, tetapi penggunaan
kosa kata umum bersifat berlebihan
e) Penggunaan
kosa kata teknis lebih luas dan cermat, kosa kata umum pun tepat sesuai dengan
situasi sosial
f) Penggunaan
kosa kata teknis umum luas dan tepat sekali.
Kelancaran
a) Pembicaraan
selalu terhenti dan terputus-putus sehingga wawancara
macet
b)
Pembicaraan sangat lambat dan tidak ajeg
kecuali untuk kalimat-kalimat pendek dan telah rutin
c)
Pembicaraan sering tampak ragu, kalimat
tidak lengkap
d) Pembicaraan
kadang-kadang masih ragu, pengelompokan kata kadang-kadang juga tidak tepat.
e)
Pembicaraan lancar dan halus, tetapi kadang-kadang
masih kurang ajeg
f)
Pembicaraan dalam segala hal lancar dan
halus
Pemahaman
a) Memahami
sedikit isi percakapan yang paling sederhana
b) Memahami
dengan lambat percakapan sederhana, perlu penjelasan dan pengulangan
c) Memahami
dengan baik percakapan sederhana, dalam hal tertentu masih perlu penjelasan dan
pengulangan
d) Memahami
agak baik percakapan normal, kadang-kadang pengulangan dengan penjelasan
e) Memahami
segala sesuatu dalam percakapan normal, kecuali yang bersifat koloqial
f) Memahami
segala sesuatu dalam pembicaraan formal dan koloqial
c. Bercerita
Untuk
dapat bercerita paling tidak ada dua hal yang dituntut untuk dikuasai siswa,
yaitu unsur linguistik (bagaimana cara bercerita, bagaimana memilih bahan) dan
unsur “apa” yang diceritakan. Ketepatan, kelancaran, dan kejelasan cerita akan
mrnunjukkan kemampuan berbicara siswa.
Alat
dan komponen penilaian yang dapat dipergunakan untuk menilai tugas bercerita
dapat dilihat pada alat dan komponen yang dipergunakan untuk menilai tugas
berpidato.
d. Pidato
Dalam
kaitannya dengan pengajaran (dan tes) bahasa di sekolah, tugas berpidato dapat
berwujud permainan simulasi. Misalnya, siswa bersimulasi sebagai kepala sekolah
berpidato dalam upacara bendera, menyambut tahun ajaran baru, hari sumpah
pemuda, dan sebagainya.
Ada
beberapa cara untuk menilai tugas berpidato. Jacobvits dan Gordon (dalam
Nurgiyantoro, 2001:290) mengembangkan teknik penilaian untuk tugas-tugas
laporan lisan.
Model
Penilaian Tugas Berpidato
(dan
bercerita)
No
|
Aspek yang dinilai
|
Tingkatan Skala
|
1
|
Keakuratan informasi (sangat
buruk_akurat sepenuhnya
|
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
|
2
|
Hubungan antar informasi (sangat
sedikit_berhubungan sepenuhnya)
|
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
|
3
|
Ketepatan struktur dan kosa kata
(tidak tepat_tepat sekali)
|
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
|
4
|
Kelancaran (terbata-bata_lancar
sekali)
|
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
|
5
|
Kewajaran urutan (tak normal_normal)
|
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
|
6
|
Gaya pengucapan (kaku_wajar)
|
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
|
Jumlah skor.......
|
e.
Diskusi
Tugas diskusi baik dilakukan para
siswa di sekolah dan terlebih lagi para mahasiswa. Tugas ini tidak saja baik
untuk mengukur kemampuan berbicara siswa (mahasiswa), melainkan juga sebagai
latihan beradu argumentasi.
Model penilaian dapat menggunakan
model penilaian wawancara dan pidato. Akan tetapi, jika dianggap ada spek-aspek
tertentu yang dipandang penting yang belum terungkap, kita dapat saja menyusun
model sendiri, misalnya modedl skala 0-10 atau 1-10. Aspek-aspek yang dinilai
pun dapat disusun sendiri, misalnya meliputi aspek-aspek: (1) ketepatan
struktur, (2) ketepatan kosa kata, (3) kelancaran, (4) kualitas gagasan yang
dikemukakan, (5) banyak gagasan yang dikemukakan, (6) kemampuan/ kekritisan
menanggapi gagasan, dan (7) kemampuan mempertahankan pendapat.
C.
METODE
PENELITIAN
Untuk
memperoleh data, penelitian ini menggunakan teknik penelitian dokumentasi. Hal
yang didokumentasikan adalah soal Ulangan Umum Tengah Semester II Kelas II
Kecamatan Gondangrejo Kabupaten Karanganyar Tahun Pelajaran 2014/2015. Adapun langkah-langkah
menganalisis soal meliputi tiga tahap.
1.
Menyajikan soal
2.
Menulis soal yang sesuai dengan
kompetensi mengungkapkan secara lisan beberapa informasi dengan mendeskripsikan beberapa informasi dan
mendeskripsikan benda dan bercerita
3.
Mencocokkan soal yang diperoleh dengan
teori tes kemampuan berbicara yang dikemukakan oleh Oller.
D. HASIL
DAN PEMBAHASAN
1.
Deskripsi Hasil
Berdasarkan analisis soal Ualngan
Umum Tengah Semester Kelas II didapat tiga soal yang termasuk dalam kompetensi
mengungkapkan secara lisan beberapa informasi
dengan mendeskripsikan beberapa informasi dan mendeskripsikan benda dan
bercerita.
·
Batangku bulat lurus, aku sebagai bahan
pembuat gula. Aku adalah...
a.
Pepaya
b.
Tebu
c.
Pisang
·
Kakiku bertanduk, bunyiku kukuruyuk. Aku
adalah...
a.
ayam jago
b.
burung bangau
c.
burung merpati
·
Binatang ini bisa menjaga rumah,
suaranya menggonggong. Binatang ini adalah...
a. kucing
b.
anjing
c. serigala
2.
Pembahasan
Berdasarkan hasil analisis didapat
bahwa pada kompetensi mengungkapkan secara lisan beberapa informasi dengan mendeskripsikan beberapa informasi dan
mendeskripsikan benda dan bercerita soal tes hanya mengukur kemampuan kognitif
saja. Sesuai dengan tes kemampuan berbicara yang dikemukakan oleh Oller, jika
tes kemampuan berbicara dimaksudkan untuk mengungkap kemampuan siswa
“menghasilkan bahasa” secara lisan, maka guru harus bisa menyiasati pelaksanaan
praktik berbicara agar benar-benar efektif.
Pelaksanaan praktik berbicara
hendaknya dilakukan dengan mempertimbangkan keadaan siswa, baik dari segi kemampuan
berbahasa maupun berpikirnya. Jika kemampuan berbahasa siswa masih sederhana,
tugas berbicara yang diberikan masih bersifat “membimbing” (guided coversation), misalnya berbagi dialog sederhana, berbicara
dengan rangsang gambar (visual), atau buku-buku bacaan sederhana, dan
sebagainya. Sebaliknya jika kemampuan berbicara siswa sudah lebih tinggi, tugas
berbicara yang diberikan dapat lebih bebas (free
coversation), seperti tugas berdiskusi, berpidato,wawancara, berbicara
dengan rangsang buku atau suara yang lebih kompleks, dan sebagainya.
Untuk
siswa kelas II sekolah dasar rangsang yang berupa gambar sangat baik untuk
dipergunakan untuk mengungkap kemampuan berbicara siswa. Sesuai dengan fase
perkembangan kognitif yang dikemukakan oleh Piaget (dalam Zuchdi, 1996:7) anak
pada usia 7-11 tahun memasuki fase operasional konkret, artinya anak dapat
berpikir logis mengenai benda-benda konkrit. Dalam hal ini siswa diminta untuk
bercerita sesuai dengan gambar yang disediakan.
Bentuk tes kemampuan berbicara seharusnya
dengan menggnakan tes perbuatan. Tes perbuatan adalah alat penilaian hasil
belajar yang menuntut siswa menampilkan hasil belajarnya dalam bentuk unjuk
kerja, dalam hai ini bercerita ( Depdiknas, 2006:11). Teknik penilaian pun
dapat dilakukan dari segi ketepatan bahasa dan kelayakan konteks. Ketepatan
bahasa dilihat dari segi kelancaran komunikasi, kesalahan-kesalahan yang
menimbulkan gangguan. Kelayakan konteks menyangkut masalah ketepatan pemahaman
(isi) gambar, kejelasan gagasan dan kreativitas imajinatif, dan kelogisan
cerita antar gambar.
Berikut
penulis sajikan contoh pedoman penilaian mengungkapkan secara lisan beberapa informasi dengan mendeskripsikan beberapa informasi dan
mendeskripsikan benda dan bercerita.
Pedoman Penilaian Mengungkapkan
secara Lisan beberapa Informasi dengan
Mendeskripsikan Mendeskripsikan Benda dan Bercerita
No
|
Aspek
yang Dinilai
|
Kriteria
|
Skor
|
Kategori
|
1
|
Kelengkapan
dan ketepatan pendeskripsian
|
· Deskripsi tidak lengkap dan tidak
tepat
· Deskripsi lengkap tetapi tidak
lengkap
· Deskripsi tidak lengkap tetapi
lengkap
·
Deskripsi lengkap dan tepat
|
1
2
3
4
|
Kurang
Cukup
Baik
Sangat
baik
|
2
|
Ketepatan
ujaran, tekanan, nada, dan intonasi
|
· Ujaran, tekanan, nada dan
intonasi tidak tepat
· Ujaran, tekanan, nada dan
intonasi kadang-kadang tepat
· Ujaran, tekanan, nada dan
intonasi sering tepat
· Ujaran, tekanan, nada dan
intonasi tepat
|
1
2
3
4
|
Kurang
Cukup
Baik
Sangat
baik
|
3
|
Pilihan
kata (diksi)
|
· Diksi
tidak tepat
· Diksi
menggunakan istilah asing
· Diksi
menggunakan kata non baku
· Diksi
tepat dan mengginakan kata baku
|
1
2
3
4
|
Kurang
Cukup
Baik
Sangat
baik
|
4
|
Keefektifan
kalimat
|
· Kalimat
tidak effektif
· Kalimat
tidak efektif dan sulit dpahami
· Kalimat
tidak efektif tetapi mudah dipahami
· Kelimat
efektif dan mudah dipahami
|
1
2
3
4
|
Kurang
Cukup
Baik
Sangat
baik
|
5
|
Gerak-gerik,
mimik, sikap, dan pandangan mata
|
· Gerak-gerik dan mimik tanpa
ekspresi; sikap tidak tenang dan kaku; pandangan mata selalu menunduk
· Gerak-gerik dan mimik
dibuat-buat; sikap tenang dan kaku; pandangan mata kemana-mana
· Gerak-gerik dan mimik biasa;
sikap tidak tenang dan tidak kaku; pandangan mata menunduk
· Gerak-gerik dan mimik
sesuai;sikap wajar;tenang, dan tidak kaku;pandangan mata ke arah lawan bicara
|
Kurang
Cukup
Baik
Sangat
baik
|
|
6
|
Volume
suara
|
·
Suara tidak terdengar sama sekali
·
Suara pelan dan tidak jelas
·
Suara pelan tetapi jelas
·
Suara keras dan jelas
|
Kurang
Cukup
Baik
Sangat
baik
|
|
7
|
Kelancaran
berbicara
|
·
Berbicara terbata-bata
·
Berbicara cukup lancar
·
Berbicara lancar
·
Berbicara sangat lancar
|
Kurang
Cukup
Baik
Sangat
baik
|
A.
PENUTUP
1. Simpulan
Berdasarkan hasil dan pembahasan diperoleh
bahwa pada kompetensi berbicara yang tedapat pada Ulangan Umum Tengah Semester
II disajikan dengan soal yang mengukur kemampuan kognitif siswa.
2. Saran
a.
Guru hendaknya membuat instrumen
penilaian yang sesuai dengan kompetensi yang akan diukur. Jika yang diukur
adalah kemampuan berbicara, maka tes yang tepat adalah dengan menggunakan tes
perbuatan.
b.
Pelaksanaan praktik berbicara hendaknya
dilakukan dengan mempertimbangkan keadaan siswa, baik dari segi kemampuan
berbahasa maupun berpikirnya.
DAFTAR PUSTAKA
Depdiknas.2006.
Pedoman Penilaian Hasil Belajar Sekolah
Dasar. Jakarta: Depdiknas
Nurgiyantoro, Burhan.
2001. Penilaian dalam Pengajaran Bahasa
dan Sastra. Yogyakarta: BPFE
Purwanto, Ngalim. 2000.
Prinsip-prinsip dan Teknik Evaluasi
Pengajaran. Bandung: PT Remaja Rosdakarya
Tarigan, Henry Guntur.
1985. Berbicara sebagai suatu
Keterampilan Berbahasa. Bandung: PT Remaja Rosdakarya
Yuniawan,
Tommi. 2002. Paparan Perkuliahan
Retorika/ Berbicara. Semarang: Unnes
Zuchdi. Darmiyati dan
Budiasih. 1996. Pendidikan Bahasa dan
Sastra Indonesia di Kelas Rendah. Depdikbud
Tidak ada komentar:
Posting Komentar